3 Tradisi Pengerupukan, Upacara Sehari Sebelum Nyepi

Nusantara7.id – Sebentar lagi umat Hindu akan memperingati hari raya Nyepi. Pada hari ini, semua aktivitas ditiadakan, termasuk sekolah, kantor, dan sebagian besar pelayanan umum. Selama 24 jam, pulau Bali nyaris hening total.

Tetapi ternyata, sebelum hari raya Nyepi, masyarakat Bali menggelar berbagai rangkaian kegiatan yang meriah. Salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan adalah upacara Pengerupukan, yang dilaksanakan sehari sebelum hari raya Nyepi.

Penasaran dengan tradisi Pengerupukan? Apa saja kegiatan yang bisa dijumpai saat upacara Pengerupukan? Simak di artikel berikut.

Apa Itu Pengerupukan?
Pengerupukan adalah upacara yang dirayakan sehari sebelum Nyepi. Mengutip situs resmi Pemerintah Kota Denpasar, upacara ini bertujuan untuk mengusir Bhuta Kala yang merupakan simbol kejahatan dan kekotoran.

Pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar nasi tawur, menyebarkan asap obor ke rumah dan pekarangan, dan memukul benda-benda agar menghasilkan bunyi gaduh.

Tradisi Pengerupukan
Dalam upacara Pengerupukan, detikers bisa menjumpai beberapa tradisi berikut.

1. Pawai Ogoh-ogoh
Ogoh-ogoh adalah seni patung tradisional Bali. Mengutip Denpasar Tourism, kata ogoh-ogoh berasal dari bahasa Bali “ogah-ogah” yang berarti sesuatu yang digoyang-goyangkan. Perawakan ogoh-ogoh besar dan menyeramkan untuk merepresentasikan Bhuta Kala.

Para pria bertugas mengangkat ogoh-ogoh, sementara wanita dan anak-anak membawa obor. Ogoh-ogoh diarak keliling pemukiman, lalu dibakar pada malam Pengerupukan.

2. Ngoncang
Mengutip Dinas Kebudayaan Kabupaten Buleleng, ngoncang adalah tradisi menumbuk padi pada lesung dan biasanya dilakukan sebelum Pengerupukan. Secara berkelompok, 6 hingga 8 orang memukulkan alu secara bergiliran.

Tradisi ngoncang dikenal sebagai simbol kebersamaan dan keharmonisan antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, dan manusia dengan alam, sama seperti yang tertuang dalam ajaran agama Hindu, Tri Hita Karana.

Sayangnya, seiring berjalannya waktu, tradisi ini semakin jarang dijumpai di masyarakat.

3. Siat Sambuk
Terdapat tradisi Pengerupukan unik di Banjar Pohgending, Desa Pitra, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, Bali. Masyarakat di Banjar Pohgending menggelar tradisi siat sambuk alias perang sabut kelapa. Masyarakat saling melemparkan sabut kelapa yang sudah dibakar ke arah satu sama lain.

Menurut penelitian yang dilaksanakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana, tradisi siat sambuk merupakan improvisasi upacara mabuu-buu, yaitu upacara keagamaan yang bertujuan membersihkan tempat suci serta membangun keseimbangan spiritual di masyarakat. Masyarakat percaya tradisi siat sambuk ini dapat menyingkirkan Bhuta Kala.

Itu dia beberapa tradisi yang bisa dijumpai saat Pengerupukan. (AGP/GP)

Eh, liat ini deh. AFC Fried Chicken, Jl. Raya Puputan No.7 Renon di GoFood.
https://gofood.link/a/Kg1yhZo

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF