ADAT KEBIASAAN ORANG BALI

Beberapa Adat Kebiasaan Orang Bali

(nusantara7.id)-Masyarakat pulau Dewata Bali memiliki beberapa adat kebiasaan, jika anda wisatawan yang sedang liburan di pulau Bali dan sedang dalam perjalanan wisata tour, mungkin ada beberapa hal unik yang anda temukan di sepanjang perjalanan atau dalam kehidupan keseharian orang Bali, diantaranya;

  1. Mesaiban, sebuah ritual yang bertujuan untuk melakukan persembahan kepada Bhuta Kala, ritual kecil ini dilakukan setiap pagi setelah ibu-ibu memasak, sebelum dimulainya acara makan pagi. Kebiasaan yang menjadi sebuah budaya, dilakukan setiap hari ini sebagai wujud terima kasih atas apa yang kita dapat hari ini, dengan memberikan persembahan kepada makhluk ciptaan-Nya, agar Bhuta Kala ini tidak mengganggu aktifitas manusia.
  2. Ngejot, saling memberi (berupa makanan) kepada sesama, memberikan makanan kepada warga lainnya yang tidak melakukan hajatan, karena tidak setiap upacara keagamaan di Bali itu dilakukan bersamaan, seperti upacara keagamaan berkaitan dengan manusia seperti otonan, 3 bulanan, upacara di pura pekarangan ataupun syukuran. Bahkan budaya dan tradisi ngejot tidak hanya untuk kalangan warga Bali Hindu saja, tetapi kebiasaan ngejot juga antara warga Hindu dengan non Hindu sehingga menguatkan ikatan sosial di masyarakat, dan bisa saling mengenal dengan baik, dengan adanya budaya ngejot ini menguatkan ikatan persaudaraan dengan sesamanya tidak memandang latar belakang ataupun agama.
  3. Pohon besar dibungkus kain, beberapa pohon besar terkadang bagian batang pohon paling bawah dibungkus dengan kain, kalau sudah seperti itu, oleh warga diyakini pohon tersebut ada penghuninya (dari alam lain) dan dikenal angker, biasanya ada sebuah pelinggih untuk tempat persembahan. Sehingga orang yang melintas paham bahwa tidak boleh sembarangan berbuat di areal tersebut, apalagi berkeinginan untuk menebangnya. Makhluk dari alam lain diberlakukan dengan baik, tidak diusir ataupun ditentang keberadaannya tetapi tetap juga diberikan upah agar tidak mengganggu manusia. Sisi lainnya sebagai ucapan syukur kepada Tuhan dan berterima kasih telah membantu kelangsungan hidup manusia melalui pohon yang telah menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh manusia secara gratis. Ini menjadi sebuah budaya atau kebiasaan orang Bali, yang secara tidak langsung melestarikan alam.
  4. Memenjor atau memasang penjor, keberadaan penjor ini sangat terkenal di Bali selain sebagai hiasan ataupun dekorasi juga yang terpenting adalah bermakna sakral untuk keperluan kegiatan keagamaan, menyimbulkan Gunung yang memberikan kesejahteraan dan keselamatan dan simbul dari Naga Basukih yang juga sebagai lambang kemakmuran. Pada saat hari Raya Galungan di sepanjang jalan-jalan di Bali anda akan temukan penjor ini berderet dengan indahnya. Termasuk juga saat piodalan (upacara keagamaan) di sebuah pura, maka sepanjang jalan menuju pura tersebut akan dipasangi penjor.
  5. Melasti, merupakan sebuah upacara keagamaan dengan prosesi berjalan beriringan baik itu dengan berjalan kaki ataupun dengan kendaraan bermotor, membawa dan mengusung segala bentuk benda-benda sakral pada sebuah pura untuk menuju sumber air, seperti ke laut ataupun mata air, dan upacara Ngaben ini diikuti oleh banyak orang bahkan bisa sampai ribuan. Dan jika kebetulan ketemu rombongan dalam prosesi ini, bersabarlah karena mungkin ada kemacetan, biasanya pecalang (polisi adat) dan juga polisi dari resor setempat dilibatkan dalam pengaturan lalu lintas.
  6. Canang Sari, merupakan perlengkapan upacara keagamaan paling penting dan utama di Bali, fungsinya tentu untuk persembahan baik itu di pura, di rumah, di jalan bahkan di berbagai tempat yang dikeramatkan atau yang menjadi tujuan tertentu warga.  Mungkin sering anda menemukan canang sari yang dipersembahkan di jalan (sepanjang trotoar) di pintu masuk rumah ataupun toko. Budaya dan kebiasaan orang Bali akan persembahan tersebut tentu untuk makhluk-makhluk dari alam lain (Bhuta Kala) agar lingkungan tetap aman, nyaman dan tidak diganggu.
  7. Sebutan kata “Bli”, bagi orang Bali sebutan kata Bli ini  berarti kakak, sebutan tersebut tentu pada orang yang sudah kita kenal dengan baik dan mempunyai maksud agar sapaan lebih akrab dan bersahabat, terutama sebutan kepada orang laki-laki yang umurnya lebih tua dari kita, kecuali jika sudah tahu hubungan kekerabatannya seperti paman. Jika anda belum kenal perlu juga diketahui di Bali mengenal adanya Kasta seperti embel-embel nama Ida Bagus, Anak Agung, Cokorde ataupun Gusti yang bahasa komunikasinya berbeda. Walaupun mereka tidak tersinggung dengan sebutan “Bli” alangkah baiknya tidak menyebut kata Bli ke mereka.
  8. Karma Phala, orang Bali sangat yakin adanya hukum Karma Phala. Setiap perbuatan baik maka pahalanya akan baik juga, begitu juga dengan setiap perbuatan buruk maka keburukan akan didapatkan. Dan diyakini hasil perbuatan atau pahala itu bisa dinikmati sekarang juga, kemudian hari, di akhirat bahkan pada kehidupan mendatang (saat reinkarnasi) itu sebabnya tidak semua bernasib baik pada kehidupan ini, karena diyakini karena hasil dari buah perbuatan pada kehidupan sebelumnya. Begitu besarnya imbas dari perbuatan manusia, sehingga orang-orang diharapkan bisa berbuat lebih baik, mengajarkan sejak dini pada anak-anak, sehingga menjadi sebuah kebiasaan bagi mereka. Dan memang terbukti tingkat kejahatan ataupun kriminal lebih rendah dari pada tempat lainnya.
  9. Sopan santun, kebiasaan dan budaya orang Bali yang sopan santun ditunjukkan juga kepada orang yang lebih tua termasuk pada kasta yang lebih tinggi, dengan tingkat bahasa Bali lebih halus. Bagi orang Bali tidak sopan menunjuk dengan tangan kiri, lebih-lebih menunjuk menggunakan kaki, karena bisa saja lawan bicara tersinggung, apalagi belum dikenal. Kalau memang itu harus dilakukan karena tangan kanan anda masih sibuk, bilanglah kata maaf terlebih dahulu, orang Bali bilangnya “tabik”. Turunlah dari kendaraan anda dan buka helm (kalau sepeda motor) jika anda ingin bertanya sesuatu pada orang yang tak anda kenal di jalanan.
  10. Nyepi adat, selain hari Raya Nyepi secara keseluruhan di Bali, beberapa desa pakraman yang ada di Bali mempunyai kebiasaan ataupun tradisi Nyepi Adat, jadi untuk semua wilayah desa tersebut sepi, tidak ada aktivitas, tidak boleh keluar rumah ataupun bepergian, mati lampu dan tidak boleh melakukan kegaduhan. Namun jalan desa untuk umum tidak ditutup, pengguna jalan masih bebas lalu lalang, sehingga jangan heran sebuah desa terlihat sepi tanpa aktivitas.
  11. Pakaian adat, menggunakan pakaian berbeda saat ada upacara atau kegiatan adat, seperti saat upacara pernikahan, Ngaben, persembahyangan ataupun pertemuan di balai Banjar. Orang Hindu Bali dipastikan menggunakan pakaian tersebut untuk kebutuhan-kebutuhan keagamaan, dan sudah menjadi budaya dan sebuah kebiasaan orang Bali, tetapi orang non Hindu bisa berpakaian bebas dan sopan, kecuali untuk berkunjung ke sebuah pura, wajib mengenakan pakaian adat termasuk juga wisatawan asing, kain dan selendang sebagai pakaian adat ringan biasanya bisa disewa di tempat-tempat objek wisata.

(AGP/R)

Baru! Tayangan Video dari Bali Digital Channel
klik: https://s.id/BaliDigitalChannel

#BaliDigitalChannel #Nusantara7

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF