Ajang Saling Lempar Lumpur dalam Tradisi Popokan di Semarang

(nusantara7.id)-Jawa Tengah dikenal memiliki berbagai tradisi masyarakat yang unik. Sebagian tradisi yang berkembang secara turun temurun masih tetap hidup dan lestari hingga kini.
Salam satunya adalah tradisi popokan. Tradisi ini hidup di Desa Sendang, Kecamatan Bringin, Kabupaten Semarang. Masyarakat masih rutin menggelar tradisi ini setiap tahun.

Dikutip dari jurnal berjudul Akulturasi Budaya Jawa dan Ajaran Islam dalam Tradisi Popokan yang ditulis Siti Zakiyatul Fikriyah dkk, tradisi popokan digelar di hari Jumat Kliwon di akhir masa panen kedua. Biasanya digelar pada akhir Agustus atau awal September.

Tradisi popokan merupakan sebuah ungkapan rasa syukur dari masyarakat yang kebanyakan bekerja sebagai petani. Tradisi ini juga menjadi simbol pembersihan diri.
Mereka yang terkena lemparan lumpur tidak boleh marah, termasuk warga yang sebenarnya hanya berniat untuk menonton. Bahkan, masyarakat meyakini bahwa mereka yang terkena lemparan justru akan memperoleh berkah atau rezeki.

Asal Mula Tradisi Popokan
Dalam artikel yang diterbitkan di Jurnal Penelitian Budaya itu (Oktober 2022), masyarakat sekitar mempercayai bahwa tradisi popokan berasal dari kisah Mbah Janeb, orang pertama yang membuka permukiman di desa itu.

Berdasarkan cerita tutur yang berkembang, Mbah Janeb adalah orang yang berasal dari Keraton Kasunanan Solo yang sedang melakukan perjalanan di Demak Bintoro. Mbah Janeb lantas beristirahat di tempat itu dan membuka permukiman.Beberapa saat kemudian beberapa orang lain mengikutinya membuat rumah di tempat yang kini menjadi Desa Sendang itu. Tak hanya membuat permukiman, mereka juga membuka areal pertanian.
Kemudian warga menaruh harapannya kepada Mbah Janeb. Mendengar keluhan warga, Mbah Janeb akhirnya turun tangan mengusir harimau itu.

Uniknya, Mbah Janeb mengusir harimau itu tanpa senjata tajam. Dia justru mengusir menggunakan dedak atau bekatul yang dilemparkannya ke harimau itu. Usaha itu berhasil, harimau tersebut lantas pergi dari desa itu.
Masyarakat gembira melihat peristiwa itu. Sebagai wujud rasa bahagianya, mereka lantas melestarikan momen melempar dedak atau bekatul itu. Namun, dedak itu digantikannya dengan lumpur dan menjadi tradisi popokan yang masih lestari hingga saat ini.Rangkaian Acara di Tradisi Popokan Atraksi saling melempar lumpur di sawah merupakan acara puncak di tradisi popokan. Selain itu, ada beberapa kegiatan lain yang merupakan rangkaian dari tradisi tersebut.

Beberapa rangkaiannya adalah:

1. Membersihkan mata Air
Kegiatan membersihkan mata air menjadi salah satu acara yang sangat penting. Sebab sendang yang menjadi nama desa itu memiliki arti mata air.Desa itu memiliki mata air yang berjumlah tujuh, diantaranya yaitu, sendang kali Lurung, sendang kali Kluweh, sendang kali Gondang, sendang kali Pare, sendang kali Dada, dan sendang Kali Gendal.

2. Tumpengan
Setiap keluarga di desa tersebut diajak untuk mengikuti acara tumpengan. Tumpengan ini merupakan nasi yang dibentuk kerucut seperti gunung dan berisi sayur berupa kuluban atau urap.

3. Kirab
Acara kirab ini digelar secara meriah oleh warga. Mereka berkeliling desa dengan memperlihatkan berbagai kreativitas dan kesenian.Acara kirab yang menjadi rangkaian tradisi popokan selalu dilengkapi dengan boneka berbentuk harimau.

(AGP/R)

Baru! Tayangan Video dari Bali Digital Channel
klik: https://s.id/BaliDigitalChannel

#BaliDigitalChannel #Nusantara7

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF