Awas! Bahaya Hoaks Bisa Rugikan Program Vaksinasi COVID-19

NS7 – Tak hanya menghadapi bahaya virus, di masa pandemi COVID-19 ini masyarakat juga masih harus berhadapan dengan bahaya hoax soal pandemi. Banyak hoax terkait pandemi yang sudah beredar, seperti soal pengobatan dan penanganan pandemi hingga soal vaksinasi.

Dalam Dialog Produktif KPCPEN bertema “Hindari Hoaks seputar Vaksinasi” pada Kamis (3/6), Pemerhati imunisasi, Dr Julitasari Sundoro, MSc, MPH mengaku terkadang dirinya tidak mengerti kenapa orang-orang mau repot membuat hoax.

“Karena hal ini merugikan program vaksinasi, sehingga berimbas pada rendahnya cakupan vaksinasi, tidak hanya vaksinasi COVID-19,” kata Dr Julitasari dikutip dari situs covid19.go.id, Rabu (23/6/2021).

Ia pun berpesan agar masyarakat bisa mendapat penjelasan dari institusi yang kredibel dan dapat dipercaya untuk meluruskan informasi hoax yang banyak beredar.

“Institusi seperti Kemenkes dan Kemkominfo perlu jadi rujukan agar masyarakat jangan menelan mentah-mentah suatu berita dan informasi. Kita harus cek kembali kalau ragu dan tidak langsung menyebarkannya,” tuturnya.

Dalam kesempatan ini, Dr. Julitasari juga menjawab soal keraguan masyarakat terhadap kandungan vaksin COVID-19. Diketahui, banyak beredar informasi hoax soal keamanan vaksin hingga membuat masyarakat takut divaksin.

Ia menjelaskan bahwa kandungan vaksin COVID-19 adalah antigen dari virus SARS-CoV-2 yang diperlukan untuk membentuk antibodi.

“Apabila mendengar ada demam atau bengkak di tempat penyuntikan, itu adalah hal yang biasa saja dalam proses pembentukan antibodi dalam tubuh manusia. Reaksi-reaksi ringan akibat divaksinasi itu bisa hilang dalam satu dua hari. Dalam kartu vaksinasi pun sudah diberikan nomor kontak untuk menghubungi apabila terjadi kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI),” ujar Dr. Julitasari.

Sebagaimana diketahui, AstraZeneca menjadi salah satu vaksin COVID-19 yang digunakan dalam program vaksinasi nasional.

“Vaksin AstraZeneca hadir di Indonesia sehubungan dengan adanya regulasi dari Kemenkes bahwa vaksin ini akan digunakan untuk program vaksinasi nasional. Tentu dasarnya adalah pertimbangan ilmiah dan medis, sehingga kita harus percaya pemerintah kita telah melakukan evaluasi mendalam sehingga vaksin-vaksin yang telah ditetapkan layak untuk membentuk herd immunity bagi masyarakat Indonesia,” ungkap Rizman Abudaeri, Direktur AstraZeneca Indonesia.

Rizman menambahkan vaksin yang akan dipergunakan oleh suatu negara harus mendapatkan izin oleh otoritas negara tersebut. Di Indonesia, vaksin harus mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM).

“Khusus untuk vaksin COVID-19 ini harus mendapatkan izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/EUA). Semua vaksin tidak hanya AstraZeneca harus melalui persetujuan Badan POM. Kemudian ada juga persyaratan WHO, yakni vaksin yang dikatakan efektif memiliki efikasi lebih dari 50%,” jelasnya.

Rizman menjelaskan AstraZeneca telah hadir di Indonesia sejak 1971. Di masa pandemi ini, lanjutnya, AstraZeneca bekerja sama dengan lembaga penelitian Oxford untuk mengembangkan vaksin COVID-19 dengan prinsip tidak mengambil keuntungan. Ia menyebut AstraZeneca memproduksi vaksin sebanyak-banyaknya untuk disebarkan secara luas dan merata ke semua negara.

Hingga Kamis (3/6) Rizman mengatakan Indonesia sudah menerima kurang lebih 6 juta dosis AstraZeneca dari jalur COVAX Facility. Sementara itu, produksi vaksin COVID-19 AstraZeneca telah mencapai jumlah 400 juta dosis dan didistribusikan ke 165 negara di dunia.

“Lalu pada 165 negara di mana vaksin AstraZeneca diedarkan, selalu memantau perkembangan dari sisi keamanan dan efikasi vaksin COVID-19 tersebut,” terang Rizman.

Sementara itu, Spesialis Penyakit Dalam dr. Suzy Maria, Sp.PD menilai sekarang ini memang banyak masyarakat menanyakan soal keamanan vaksin COVID-19.

“Namun di setiap kesempatan kami para dokter selalu memberikan informasi bahwa efek samping itu wajar terjadi pada vaksinasi. Oleh karena itu, masyarakat tidak perlu khawatir karena efek samping tersebut seringkali bersifat ringan,” ucapnya.

“Orang-orang dengan penyakit penyerta justru perlu dilindungi oleh vaksin COVID-19, karena apabila terinfeksi virus COVID-19, akan memperberat penyakit penyerta yang dideritanya, risikonya jauh lebih besar apabila tidak divaksinasi,” imbuhnya.

Sumber : detik.com
(ESS)

   Send article as PDF   

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *