Begawan Maya Cakru

Denpasar, (NS7) – Begawan Maya Cakru adalah seorang brahmana sakti yang dahulu pernah datang ke Bali menyertai Paduka Batara Putra Jaya yang bersemayam di pura Besakih, dan Sang Hyang Genijaya yang bersemayam di Gunung Lempuyang.

Tersebutlah pada suatu hari, Beliau Begawan Maya Cakru yang gemar bertapa dan berasrama di Silayukti. Entah berapa hari lamanya baginda pendeta tinggal di Bali, dia pun bermain-main di Desa Panarajon di tepi Danau Batur.

Tiba-tiba ia disusul oleh isterinya. Ketika tiba di Desa Panarajon, ia sangat kaget melihat isterinya menyusul perjalanannya.

Baginda pendeta berkata: “Wahai Adinda, apa sebabnya Adinda datang, menyusul perjalanan Kakanda, tanpa merasa lelah”.

Isterinya menjawab: “Sujud hamba kehadapan Paduka Pendeta, hamba berhasrat menyusul perjalanan Paduka”.

Begawan Maya Cakru menjawab: “Wahai istriku, Kakanda bermaksud menghadap Paduka Bhatari di Ulun Danu. Oleh karena Adinda sedang hamil, janganlah Adinda mengikuti Kakanda”.

Ketika sang pendeta berkata demikian, tampak isterinya masih tetap bersikeras menyertai suaminya, agar dapat menghadap Paduka Bhatari. Mereka berjalan amat cepat.

Tiba-tiba mereka sudah sampai di tepi Danau Batur, di sana ada sebuah batu datar terletak di bawah pohon kayu mas ( kayu sena ).

Di sanalah isterinya duduk, oleh karena terlalu lelah dalam perjalanan. Tidak lama kemudian bayinya pun lahir dan jatuh di atas batu. Batu itu pecah.

Baginda pendeta berkata: “Wahai anakku yang baru lahir, aku terpesona menyaksikan kelahiranmu, jatuh di atas batu, namun engkau tidak cedera dan tetap hidup.

Karena itu, aku memberikan nama I Tambyak.

Sekarang aku akan kembali ke alam dewa (moksa), semoga engkau selaku keturunanku tetap bahagia, panjang umur, sampai kelak tetap dikasihi oleh raja-raja Bali”.

Demikianlah kata-kata Begawan Maya Cakru, lalu beliau menggaib. Tidak dikisahkan lagi baginda pendeta, sekarang dikisahkan bayi itu sedang menangis menjerit-jerit di atas batu.

Tidak panjang lebar dikisahkan, tersebutlah seorang Kabayan dari Desa Panarajon sedang bermain-main di tepi danau. Bayi itu dijumpai sedang menangis di bawah pohon kayu mas, lalu diambilnya. Bayi itu berhenti menangis.

Kabayan Panarajon memungut bayi tersebut dan dijadikan anak angkat. Entah berapa hari lamanya, bayi itu dipelihara oleh orang-orang Bali Aga, ia tumbuh dengan sehat.

Demikianlah dikisahkan dalam unik27 Pura Besakih dan alangkah besarnya kasih sayang sekalian orang-orang Panarajon kepada si bayi. Ketika dia sudah bisa membalas budi baik penduduk desa-desa di sekitarnya, lalu ia bergelar Pangeran Tambyak.

Sumber : sejarahbabadbali.blogspot.com
(GC/ES)

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF