Biografi Tokoh Dunia: Rumphius, Tokoh Ahli Botani Ambon yang Buta Kelahiran Jerman

(NS7) – Georg Eberhard Rumphius adalah seorang ahli botani kelahiran Jerman yang mendedikasikan sebagian besar usianya untuk meneliti tanaman tropis di Ambon, Indonesia.

Selama perang penjajahan Belanda di Indonesia yang dahulu bernama Hindia Belanda, Rumphius adalah seorang yang pekerjakan untuk Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC).

Rumphius lahir di Jerman pada 1 November 1627. Di tengah gejolak perang kala itu, ia bisa mendapatkan pendidikan yang baik karena ayahnya yang seorang insinyur.

Sehari setelah Natal pada 1652, Rumphius yang saat itu berusianya 25 tahun ikut dengan VOC berlayar selama 6 bulan ke Jawa, seperti yang dicatat oleh Penelope.uchicago.edu. Kemudian, Rumphius ditugaskan ke kepulauan Maluku, kepulauan yang kaya rempah-rempah, di mana Belanda telah mendirikan pos perdagangan.

Rumphius tiba di Ambon pada 1654, dan nantinya ia tinggal di sana selama sisa hidupnya.

Pada 1660, ia telah dipromosikan menjadi “saudagar” dengan rumah yang elegan dan kapal dengan 40 pendayung.

Fasilitas itu memungkinkan dia untuk mulai dengan sungguh-sungguh mempelajari tanaman Ambon serta pulau-pulau sekitarnya. Pada 1663, ia meminta izin agar buku-buku dan peralatan dikirimkan kepadanya di kapal-kapal kompi.

Rumphius meneliti dan menuliskan semua tanaman yang bisa ia temukan dari tanah Ambon, Indonesia. Ia mengagumi Ambon yang hijau dan rimbun, kaya dengan spesies tanaman, kontras dengan tempatnya tumbuh besar di Amsterdam.

Di Amsterdam, spesies tanaman berbunga yang berguna sangat terbatas. Hal itu, membuatnya tertarik untuk mempelajari dan mendokumentasikan berbagai tanaman bermanfaat di Ambon.

Tujuan Rumphius bukanlah untuk mendapatkan ketenaran atau kekayaan, tetapi untuk berbagi pengetahuan akan kekayaan alam Ambon.

Awalnya, tokoh ahli botani Ambon ini menuliskan temuannya dalam bahasa Latin untuk memastikan kehormatan ilmiahnya. Tulisan itu berjudul “Herbarium Amboinense” alias Herbal Ambon. Herbal Ambon akan menjadi karya hidupnya, ringkasan yang berisi deskripsi lebih dari ratus spesies yang berbeda, dan hampir 700 ilustrasi.

Rumphius hampir buta

Pada 1670 di usia 42 tahun, saat penelitiannya berjalan 3 bulan, ia mengalami glaukoma yang membuatnya hampir buta. Terpaksa ia pindah ke rumah yang lebih sederhana di pusat Ambon, untuk memudahkannya beraktivitas.

Di sana ia terpaksa memulai pekerjaannya lagi dalam bahasa Belanda, karena tidak ada seorang pun yang dapat ia dikte dalam bahasa Latin.

Selama perayaan Tahun Baru Imlek pada 1674, gempa bumi menghancurkan rumahnya, menewaskan putri bungsunya dan istrinya, “Sahabat utama saya dan penolong dalam pengumpulan tumbuh-tumbuhan dan tanaman”.

Gempa dan kematian keluarganya terjadi setelah dia menamai sebuah tanaman anggrek langka yang pertama kali istrinya tunjukkan padanya.

Setelah 8 tahun kemudian pada 1682, tokoh ahli botani Ambon ini terpaksa menjual koleksi 360 jenis kerangnya yang berharga dan benda alam lainnya, termasuk yang paling langka dan paling aneh, yang ia kumpulkan di dalam dan sekitar Ambon dari kali pertama tiba di sana (hampir 3 dekade sebelumnya).

Kepada pemilik baru, Grand Duke of Tuscany Cosimo de Medici, Rumphius dengan tajam menulis pesan bahwa benda-benda alam koleksinya adalah “harta yang telah saya kumpulkan selama bertahun-tahun dengan banyak biaya serta tenaga, dan di masa depan, tidak mungkin diperoleh lagi, terutama karena saya sekarang sudah tua dan buta.”

Pada 11 Januari 1687, terjadi kebakaran hebat di kota yang sampai menghancurkan perpustakaan, koleksi tanaman, dan proyeknya “Herbarium Amboinense” yang hampir selesai, baik tulisan, ilustrasi gambarnya.

Dengan sedih, ia mengulang pekerjaan lagi. Pekerjaan kali ini tak mudah karena hilangnya spesimen botani asli, yang harus didapat kembali. Pada 1690, 6 buku edisi pertama “Herbarium Amboinense” selesai, bersama dengan ilustrasi berwarnanya, dan sia untuk dikirim ke Amsterdam.

Gubernur jenderal Hindia Belanda saat itu terlebih dahulu meminta Rumphius menyalin semua karyanya. Tugas itu diselesaikan tokoh ahli botani Ambon ini pada 1692, selama itu juga ia mengerjakan 6 buku bagian terakhir dari “Herbarium Amboinense”. “Herbarium Amboinense” bagian pertama dikirim ke Amsterdam, tetapi tidak bisa sampai ke tujuan karena kapal Belanda yang membawanya tenggelam diserang Perancis.

Akhirnya pada 1697, 6 buku asli dari bagian pertama “Herbarium Amboinense”, serta 6 buku dari bagian kedua tiba dengan selamat. Tokoh ahli botani Ambon ini juga mampu menyelesaikan “Amboinensis Auctuarium” atau suplemen tambahan seputar tanaman di Ambon.

Kematian Rumphius

Setelah salinan “Amboinensis Auctuarium” dibuat, salinan itu juga dikirim ke Belanda pada 1702, sebulan sebelum Rumphius meninggal. Georg Eberhard Rumphius meninggal pada 15 Juni 1702.

Gubernur Maluku Hindia Belanda sangat menghargai dan mengakui dedikasi Georg Eberhard Rumphius sebagai tokoh ahli botani Ambon. Dalam sebuah surat Gubernur Maluku Hindia Belanda berkata bahwa sekarang “tidak ada lagi yang bisa diharapkan dari Tuan Tua, karena dia sudah tiada.”

Setelah kematiannya, buku “Amboinensis Auctuarium” Rumphius tentang flora Hindia Timur akhirnya selesai dicetak. Namun buku iitu tidak diizinkan diterbitkan, karena VOC takut “Herbarium Amboinense” itu akan merusak monopoli perdagangnya, seperti cengkeh, pala, dan kayu manis.

Tiga bulan setelah kematian tokoh ahli botani Ambon, buku “Amboinensis Auctuarium” tentang flora Hindia Timur akhirnya izin penerbitan diberikan.

Manuskrip itu dirilis dengan ketentuan bahwa penerbitannya tidak dikenakan biaya kepada Kompeni dan setiap bagian yang merugikannya dihapus, seperti, jumlah pala yang berlebihan dibakar atau bahwa budak mati saat memanen rempah-rempah.

Dengan larangan seperti itu, buku “Amboinensis Auctuarium” itu hanya menjadi koleksi di arsip negara selama hampir 40 tahun, sampai bagian pertama dari buku “Herbarium Amboinense” diterbitkan pada 1741, dibayar dengan berlangganan.

Secara keseluruhan, akan ada 12 buku (terdiri dari dua bagian) “Herbarium Amboinense” yang diterbitkan dalam 6 volume, yang terakhir pada 1750.

Buku “Amboinensis Auctuarium” diterbitkan 5 tahun kemudian sebagai volume ke-7, hampir satu abad setelah Rumphius pertama kali memulai karyanya dengan kerja keras yang beberapa kali harus melewati bencana.

Saat kematiannya, makam Rumphius juga mengalami beberapa kali cobaan.

Selama pemerintahan Inggris di Maluku, gubernur Inggris menjual sebidang tanah tempat tokoh ahli botani Ambon itu disemayamkan kepada operator swasta.

Makamnya dibongkar untuk mencari harta karun, ketika tidak menemukan apa-apa, marmer dan batu kapur dari makam yang hancur itu dijual. Seorang anggota akademisi dengan hormat telah memulihkan makam tokoh ahli botani buta ini, tetapi monumen tersebut juga dihancurkan oleh bom dalam Perang Dunia II.

Sumber : internasional.kompas.com

(AP)

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF