DARI WAITER JADI ENTEPRENEUR MUDA

Denpasar, (NS7) – Kesuksesan dan keberhasilan nyatanya tak mengenal usia. Menikmati panggung kesuksesan di usia muda kini telah dinikmati I Nengah Natyanta, putra asli Bali yang memiliki keyakinan dengan apa yang ia lakoni akan membuahkan hasil gemilang. Bila saat ini orang-orang hanya bisa menyaksikan cerita indah tentang keberhasilannya, namun di balik semua itu ada kisah perjuangan yang menempuh jalan berliku dan penuh rintangan. Meski tak mudah memang perjuangan itu, akan tetapi dengan keyakinan serta kerja keras, I Nengah Natya kini menjelma dari seorang waiter menjadi sosok entrepreneur muda yang mengibarkan bendera usahanya baik di bisnis retail hingga hotel.

I Nengah Natyanta lahir di Desa Sidemen, Karangasem pada tanggal  9 Januari 1969. Ia merupakan putra dari pasangan I Nyoman Wida dan Ni Wayan Mundri. Sehari-hari I Nyoman Wida bekerja sebagai petani, sementara Ni Wayan Mundri membantu keuangan keluarga dengan berjualan kain songket di pasar. Praktis membuat ekonomi mereka bisa dikatakan berkecukupan

Nengah Natya tidak pernah kehilangan keceriaan di masa kecilnya. Putra kedua dari 5 bersaudara  ini sangat suka memancing di sungai bersama teman sepermainan yang lain. Tidak hanya bermain di sungai, Nengah Natya juga sering bermain di area persawahan, bahkan hingga tengah malam karena terlalu asyik berburu jangkrik untuk diadu keesokan harinya. Saking asyiknya bermain, ia dan teman-temannya sering kali lupa waktu. Ada kalanya mereka harus menginap di sebuah kandang sapi karena tak bisa pulang. Pada waktu itu belum ada lampu penerangan yang bisa menuntun mereka menembus pekatnya malam.

Selama menempuh masa pendidikan, Nengah Natya memasuki jenjang SD, SMP, hingga SMA di kabupaten Klungkung,  jauh dari keluarganya. Di akhir masa sekolahnya di tingkat SMA, Nengah Natya justru dihadapkan pada kenyataan yang sangat pahit. Pada tahun 1990, Sang Ayah tercinta menutup usia setelah sekian lama bertahan melawan sakit yang dideritanya. Di tengah rasa kehilangan yang begitu dalam, Nengah Natya pun harus menerima permasalahan lainnya. Kehilangan salah satu tulang punggung keluarga membuatnya terpaksa tidak dapat melanjutkan pendidikannya sampai ke universitas. Apalagi jika mengingat saudara-saudaranya masih membutuhkan biaya yang tidak sedikit untuk bersekolah.

Sepeninggal sang ayah, ibunyalah yang menjadi satu-satunya penopang ekonomi keluarga. Setelah perekonomian keluarga membaik, Nengah Natya akhirnya dapat melanjutkan pendidikannya ke universitas, namun kali ini pilihannya jatuh ke jurusan pariwisata. Dengan memilih jurusan pariwisata, Nengah Natya berharap jika lulus nanti, ia langsung mendapat pekerjaan. Hal ini justru berbanding terbalik dengan cita – cita Nengah Natya semasa kecil. Nengah Natya begitu ingin menjadi seorang kernet ketika melihat begitu cepatnya seorang kernet mendapatkan uang. Nengah Natya tidak pernah memiliki angan yang muluk-muluk jika pekerjaan itu menghasilkan uang maka ia akan mengerjakannya sepenuh hati.

Setelah merampungkan pendidikannya di universitas, Nengah Natya kemudian melamar pekerjaan sebagai waiter di Hotel Squad Nusa Dua. Pada saat itu pula ia bertemu dengan pujaan hatinya Ni Ketut Siti Maryati yang pada saat itu bekerja di pusat perbelanjaan Tragia. Setelah menjalin kasih hampir sepuluh tahun lamanya, Nengah Natya pun mantap untuk mengakhiri masa lajangnya dengan meminang Ni Ketut Siti Maryati.


Merasa bosan hanya menjadi karyawan saja, pada tahun 2004 Nengah Natya memutuskan untuk berhenti bekerja dan mulai merintis bisnisnya sendiri. Terlintas dalam benaknya untuk memulai bisnis di bidang retail melihat peluang yang masih terbuka lebar karena mengarah ke pasar lokal dibandingkan dengan bisnis di bidang pariwisata yang cenderung mengarah ke pangsa pasar asing.

Nengah Natya pun melakukan survei ke beberapa supermarket. Ia memperhatikan bagaimana sistem kerja dan pengelolaan sebuah tempat perbelanjaan besar yang menaungi puluhan bahkan ratusan karyawan. Bermodalkan dana pinjamana dari perbankan yang ia kumpulkan dari hasil bekerja sebagai waiter, akhirnya Natya berhasil membangun sebuah supermarket yang kini dikenal dengan nama Coco Mart.

Berawal dari satu supermarket di satu tempat  kemudian berkembang lagi ke beberapa tempat lainnya dan ada pula yang berbentuk semi minimarket yang disebut Coco Express.Perkembangan Coco Mart yang begitu pesat tidak terlepas dari SDM yang berkualitas, Nengah Natya secara rutin mengundang para trainer untuk membina para karyawan.

Di tengah kesuksesan yang diraih oleh Coco Mart, Nengah Natya mulai melebarkan sayapnya di bidang hospitality dengan mendirikan Natya Hotel. Sebelumnya pemilik Coco Group ini ingin melebarkan nama brandnya dengan memberi nama Coco Hotel pada properti miliknya itu. Namun niat itu diurungkan karena hotel bernama Coco telah dipatenkan oleh pengusaha lainnya. Maka di detik-detik terakhir menjelang pembukaan hotelnya itu Nengah Natya menyisipkan namanya sendiri pada nama usahanya.

Selain berbentuk hotel, Nengah Natya melebarkan properti yang ia miliki dalam berbentuk resort di luar kota, antara lain di Tanah Lot, Ubud, dan Gili Trawangan. Selain di bidang hospitality, ia juga merambah ke usaha lain seperti pusat oleh-oleh, restoran, serta merambah ke bidang perbankan dengan mendirikan bank dan juga koperasi yang kini telah menyerap kurang lebih 2000 tenaga kerja.

Nengah Natya berpesan kepada generasi muda untuk menjadi sukses kita harus tekun ketika mengerjakan sesuatu dan juga berkomitmen tinggi untuk menyelesaikan setiap pekerjaan dengan baik. Kebanyakan orang hanya menghayal dan bermimpi, namun tidak melakukan sesuatu untuk mewujudkannya. Jika hanya bermimpi tanpa melakukan sesuatu maka yang didapat hanyalah mimpi saja. Lain halnya jika kita bekerja keras maka hasil yang kita inginkan sebagai imbalannya. Melakukan yang terbaik untuk kehidupan ini adalah salah satu pedoman bagi Natya untuk meraih kesuksesannya.

Sumber : majalahbali.com
(ESS/ACP)

 

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF