(NS7) – Selain Desa Adat Penglipuran terdapat juga Desa Bayung Gede yang berada di daerah Kintamani, Bangli. Desa adat ini pun masih mempertahankan budaya warisan tradisional Bali Aga. Bahkan, desa ini merupakan sebuah desa adat yang menjadi induk dari desa-desa adat kuno lainnya di Bangli.
Berada di Desa Bayung Gede, kedamaian suasana desa terasa sangat lekat. Penduduk yang bekerja sebagai petani, bekerja di ladang-ladang milik pribadi, rumah-rumah yang bertiang kayu dan beratap sirap bambu, sungguh mencerminkan ketaatan pada adat budaya nenek moyang.
Budaya Bali Aga di Desa Bayung Gede
Karena masih memegang erat kebudayaan Bali Aga, terdapat beberapa peraturan atau budaya yang tetap dipertahankan hingga kini. Di antaranya adalah :
- Adanya Awig-Awig (peraturan) bagi pengantin baru di Desa Bayung Gede. Bagi pengantin baru yang baru saja menikah, dilarang memasuki pekarangan bila mereka belum membayar maskawin (tumbakan). Maskawin tersebut berupa dua ekor sapi yang harus diserahkan kepada pihak desa. Pasangan tersebut juga harus melaksanakan puasa atau tapa brata (penyekeban/pematangan) dengan tinggal di sebuah gubuk kecil yang ada di ujung desa.
- Wilayah desa hanya diperuntukkan bagi anak bungsu. Bisa dikatakan peraturan ini sangat memihak kepada anak bungsu dan merugikan pihak yang lebih tua dalam keluarga. Pasalnya, Desa Bayung Gede menerapkan peraturan bila anak laki-laki terakhir menikah maka anak sulung yang tertua harus meninggalkan rumah. Sehingga yang berhak atas kepemilikan rumah adalah anak bungsu.
- Pengusiran terhadap warga yang hidup berpoligami. Baiknya mengenai peraturan ini adalah tidak adanya suami-suami yang berpoligami di Desa Bayung Gede. Adanya larangan ini bukan tanpa alasan. Penduduk desa meyakini bagi siapapun yang melanggar peraturan ini maka musibah akan menimpa keluarga yang bersangkutan. Dan nyatanya ketika ada suami yang berpoligami, maka keluarga tersebut benar-benar mengalami musibah yang menyedihkan.
- Kalaupun terpaksa berpoligami, keluarga tersebut harus tinggal di luar wilayah pekarangan desa. Mereka hanya boleh tinggal di perkebunan yang berada di sebelah barat yang dapat diartikan keluarga mereka diasingkan.
- Dalam persembahyangan juga berlaku aturan, bahwa pihak yang memadu yakni istri yang paling terakhir dilarang untuk berlama-lama berada di kawasan pura.
- Prosesi penguburan mayat berbeda dari wilayah lain di Bali. Perbedaan ini berdasarkan jenis kelamin orang yang meninggal. Jika jenazah seorang perempuan, maka dia dikuburkan dengan posisi terlentang dengan makna bahwa perempuan adalah bumi sehingga ia harus menghadap langit. Jika jenazah seorang laki-laki, maka dia dikuburkan telungkup dengan makna bahwa laki-laki adalah langit sehingga ia harus menghadap ke bumi.
- Setra (kuburan) ari-ari di Desa Bayung Gede. Kuburan ini khusus untuk menguburkan ari-ari bayi. Namun tidak dikubur sebagaimana biasa melainkan digantung pada pohon kayu Bungkak. Cara seperti ini dipercaya dapat melindungi dan memelihara bayi secara magis. Sehingga diharapkan dapat terhindar dari penyakit dan gangguan makhlus halus.
Ari-ari tersebut diletakkan dalam sebuah batok kelapa dan diberi nama masing-masing sehingga tidak terjadi benturan nama. Waktu penguburan juga tidak asal-asalan harus pada pagi dan sore hari, dan tidak boleh dilakukan saat matahari terbit.
Lokasi Desa Bayung Gede
Begitulah layaknya sebuah adat dan budaya sangat dijaga oleh masyarakat Desa Bayung Gede. Destinasi wisata adat budaya ini dapat Anda kunjungi di wilayah Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Berjarak sekitar 35 kilometer arah utara Bangli.
(YD)
Sumber : kintamani.id