Diabadikan dalam Novel, Ini Kisah Heroik Untung Surapati

(NS7) – Pada 8 Februari 1686, terjadi kasus pembunuhan terhadap Kapten Francois Tack di depan alun-alun Kraton Kartasura. Menurut Sejarawan Belanda, HJ De Graff, pembunuhan terhadap Kapten Francois Tack merupakan peristiwa paling mencolok dalam sejarah VOC.

Di balik pembunuhan itu, ada sosok Untung Surapati. Tak hanya di Pulau Jawa, nama Untung Surapati terkenal hingga Kalimantan dan Maluku.

Kisah heroiknya dalam melawan penjajah Belanda pun tercantum dalam berbagai catatan literatur saat itu seperti Babad Tanah Jawi, Babad Mentawis, Babad Kraton, Babad Trunajaya, maupun Babad Kartasura.

Lalu siapa sebenarnya sosok Untung Surapati ini? Apa yang membuatnya terkenal hingga ke seluruh penjuru Nusantara? Berikut kisah selengkapnya:

Sang Pembawa Keberuntungan

Dilansir dari Wikipedia.org, Untung Surapati lahir di Bali pada tahun 1660. Nama kecilnya adalah Surawiraaji. Sewaktu kecil, ia adalah seorang budak yang ditemukan oleh Kapten van Beber, seorang perwira VOC.

Van Beber kemudian menjualnya pada perwira VOC lain di Batavia bernama Moor. Sejak memiliki budak baru, karier dan kekayaan Moor meningkat pesat. Karena dianggap membawa keberuntungan, Moor memberi budaknya itu nama “Untung”.

Saat berusia 20 tahun, Untung dimasukkan ke dalam penjara oleh Moor karena menjalin hubungan dengan putrinya yang bernama Suzane. Di dalam penjara itu Untung menghimpun para tahanan dan berhasil kabur dari penjara. Sejak saat itu ia menjadi buronan.

Kisah Cinta Untung Surapati dengan Suzannna

Tinggal di tempat yang sama membuat Untung Surapati dan Suzanna menjadi teman akrab. Terlebih ia selalu menemani dan melayani Suzanna, hingga akhirnya benih-benih cinta tumbuh di antara mereka. Namun karena kesenjangan status sosial dan keyakinan cinta mereka berakhir pilu.

Kisah Cinta inilah yang ditulis ulang oleh Penulis Pramoedya Ananta Toer dalam bukunya yang berjudul “Soerapati Hakim Pengadilan”. Dilansir dari Indonesia.go.id, buku itu berkisah tentang Suzanna yang menceritakan masa lalu hubungannya dengan Untung Surapati kepada anaknya, Robert.

“Dan aku terus memberinya hati, memberinya keberanian yang pasti tidak dimilikinya andaikata aku tidak membangkitkannya. Maklumlah, Robert, aku cinta padanya, biarpun ia berkulit sawo matang dan dia hanyalah seorang budak,” ujar Suzanna dalam buku itu.

Mendapat Gelar “Surapati”

Pada 1683, Kapten Ruys, pemimpin benteng Tanjungpura, berhasil menemukan Untung dan ditawari pekerjaan sebagai tentara VOC dari pada hidup menjadi buronan. Di sana ia dilatih ketentaraan, diberi pangkat letnan, dan akhirnya ditugaskan untuk menjemput Pangeran Purbaya yang melarikan diri ke Gunung Gede.

Saat dibawa ke Tanjungpura, Pangeran Purbaya diperlakukan oleh pasukan Vaandrig Kuffeler dengan kasar. Untung yang tidak terima kemudian menghancurkan pasukan itu pada 28 Januari 1684.

Sesampai di Tanjungpura, istri Pangeran Purbaya meminta Untung untuk mengantarnya pulang ke Kartasura. Saat melewati Kasultanan Cirebon, Untung berkelahi dengan Raden Surapati, anak angkat sultan.

Setelah melalui proses pengadilan, terbukti Raden Surapati bersalah. Karena itulah Surapati dihukum mati dan nama “Surapati” diserahkan oleh Sultan Cirebon pada Untung.

Diabadikan dalam Novel di Belanda

Tak hanya di Nusantara, kepopuleran Untung Surapati juga sampai ke negeri Belanda. Seorang penulis Belanda, Nicolina Maria Christina Sloot mengabadikan kisah sang legenda itu dalam novel berjudul “Van Slaaf tot Vorst” yang kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Melayu oleh Ferdinand Wiggers dan diberi judul “Dari Boedak Sampe Djadi Radja”.

Untung Surapati sendiri meninggal dunia pada 17 Oktober 1706 saat bertempur melawan VOC di medan pertempuran Bangil. Untuk mengabadikan perjuangannya, Taman Burgemeester di Batavia diubah namanya setelah kemerdekaan menjadi Taman Surapati.

Tak hanya itu, pada 3 November 1975, Presiden Soeharto menetapkan sosok legendaris Untung Surapati sebagai Pahlawan Nasional.

Sumber : merdeka.com

(AP)

   Send article as PDF