Dijuluki “Kiai Bambung Runcing”, Ini Kisah Perjuangan Kiai Subkhi Parakan

(NS7) – Pada zaman perjuangan, seluruh elemen masyarakat dari berbagai latar belakang ikut bertempur melawan penjajah Belanda. Tak terkecuali dari mereka para kaum santri beserta para kiai mereka yang berasal dari dunia pesantren. Salah satu tokoh dari pesantren yang terkenal akan perjuangannya adalah Kiai Subkhi.

Dilansir dari laman resmi NU, Kiai Subkhi lahir di Parakan, Temanggung, Jawa Tengah, pada tahun 1850. Kakeknya, Kiai Abdul Wahab, merupakan salah satu prajurit Pangeran Diponegoro waktu meletusnya Perang Jawa.

Semasa hidupnya, Kiai Subkhi merupakan seseorang yang murah hati. Dia sering membagikan hasil tani maupun menyumbangkan lahan kepada warga yang membutuhkan. Oleh para santrinya, dia juga dikenal dengan julukan “Kiai Bambu Runcing”. Jenderal Soedirman pun sering berkunjung ke kediaman Kiai Subkhi untuk meminta doa berkah dan bantuan. Sebenarnya seperti apa sosok Kiai Subkhi?

Dijuluki Kiai Bambu Runcing

Kiai Subkhi dikenal sebagai pejuang yang menggelorakan semangat tempur para pemuda untuk melawan penjajah. Oleh para santrinya, dia dijuluki “kiai bambu runcing”.

Sebutan itu muncul tatkala pada suatu hari dia meminta para pemuda untuk mengumpulkan bambu yang ujungnya dibuat runcing. Setelah terkumpul ia memberi bambu runcing itu nama dan merapalkan doa khusus.

Dengan bekal bambu runcing yang sudah dido’akan oleh Kiai Subkhi, para pemuda berani tampil di garda depan dan bertarung melawan musuh.

Guru Jenderal Soedirman

Dalam catatan Kiai Saifuddin Zuhri (1919-1986), Kiai Subkhi menjadi rujukan laskar-laskar yang berjuang di garda depan revolusi kemerdekaan. Bahkan seorang Jenderal Soedirman sempat berkunjung dan meminta berkah kepada Kiai Subkhi sebelum terjun ke Pertempuran Ambarawa pada Desember 1945.

Dilansir dari tebuireng.online, waktu itu Soedirman datang bersama pasukannya membawa peralatan lengkap. Soedirman datang menemui Kiai Subkhi setelah Kolonel Isdiman, komandan pasukan TKR, gugur dalam pertempuran sebelumnya di Ambarawa pada 26 November 1945. Setelah peristiwa nahas itu, komandan pertempuran diambil alih oleh Soedirman yang waktu itu masih berpangkat kolonel.

Konon berdasarkan cerita masyarakat, setelah berkunjung ke kediaman Kiai Subkhi, Kolonel Soedirman terlebih dahulu mencari sumur warga untuk berwudhu setiap kali hendak ke medan laga.

Sosok Sederhana

Selain dikenal sebagai seorang pejuang, sebenarnya Kiai Subkhi merupakan sosok yang sederhana. Ketika banyak pejuang yang datang ke rumahnya untuk meminta doa dan asma’. Dia justru menangis tersedu-sedu. Suatu hari, salah satu tokoh Nadlatul Ulama, KH Wahid Hasyim, berkunjung ke rumahnya dan menguatkan hati Kiai Subkhi.

Untuk menafkahi kehidupannya sehari-hari, Kiai Subkhi bercocok tanam pada lahan miliknya di Parakan. Walau sudah lanjut usia, dia justru memberikan tanah-tanah miliknya kepada penduduk sekitar yang tidak mampu.

Sumber : merdeka.com

(AP)

   Send article as PDF