(NS7) – Tirtha Manik Bulan disebut Tirtha Sasih (menurut Usana Bali) dan Soma-mreta (menurut Sulayang Geni). Pada halaman pura ini terdapat pohon kelapa yang tingginya sudah lebih dari 20 m. Menurut keterangan Jro Mangku Tunjung (alm), bahwa tumbuhnya kelapa ini adalah dari upakara pependeman waktu ngenteg linggih tahun 1918. Sayangnya pohon kelapa yang dimaksud saat ini sudah tidak ada lagi, tinggal kenangan. Tirtha Sasih ini jika ditinjau dari filosofis Agama Hindu dikatakan Tirtha Kundalini, menurut penjelasan dari mantan PHDI Pusat Ida Pedanda Gede Wayan Sidemen (alm). Untuk mendapatkan sumber tirta manik bulan ini dari halaman pura agak menurun ke arah timur, medannya cukup berat, namun kalau ada niat pasti dapat dicapai. Sumber airnya jernih dan sejuk, cocok dijadikan sarana melukat. Kawasannya masih asri dan lestari, kondisi tanahnya lembat walaupun musim kering, itu artinya di kawasan ini banyak terdapat resapan air.
Konon perjalanan Ida Bhatara Danghyang Brahma mendaki puncak Bisbis melalui tempat ini. Pada saat beliau tiba ditempat ini yang selanjutnya dibangun Kahyangan bernama Pura Manik Bulan. Di tempat ini beliau meninggalkan busana kawikonnya serta membuang peralatan Ciwa-krana (pewedaan) dengan bajranya. Bajra tersebut kini dikeramatkan dijadikan arca prelingga, linggan Ida Bhatara Bajra Siwa, disimpan di Pura Pesimpenan Agung Lempuyang di Gunungsari. Setelah beliau meninggalkan busana, maka beliau melanjutkan perjalanan ke Puncak Bisbis. Kata bisbis berarti penghabisan yang terakhir (moksa). Ida Dahyang Brahma benar-benar telah meninggalkan keduniawian (nisbhawa sada). Sejak itu beliau berganti nama, lalu bernama Danghyang Genijaya. Manik bulan simbul dari intisari kelembutan dan cinta kasih, terbebas dari pengaruh duniawi dan material. Ketika manusia sudah mampu memperkecil dan bahkan menghilangkan kemelekatan dengan dunia materi maka mulai saat itu pikiran manusia sudah terbebas dari sifat dualitas.
Dewa yang distanakan dalam pura ini adalahsebagai berikut.
(1). Sanggar Agung sebagai penghayatan terhadap Ida Bhatara Hyang Geni Jaya.
(2). Pelinggih Gedong Sari sebagai stana Bhatara Ida Ayu Mas Manik Magembal
(3). Pelinggih Pengapit Lawang Kiwa sebagai stana Bhatara Maha Kala
(4). Pelinggih Apit Lawang Tengen sebagai stana Bhatara Nandhi Swara.
Penulis: Raymond Wijaya
(GP/NS7)