Legenda Asal Usul Terbentuknya Desa Tenganan Pegringsingan di Bali; Berawal dari Aswameda Yadnya

(Nusantara7.id) – Desa Adat Tenganan Pegringsingan, yang terletak di Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali, seolah tak ada habisnya untuk dikupas. Desa yang terkenal dengan Tradisi Perang Pandan, ini memiliki sejarah unik yang erat dengan Yadnya Aswameda atau mengorbankan seekor Kuda Oncesrawa.

Sebelum dilaksanakan Yadnya Aswameda, konon ada cerita yang sudah dikatakan sejarah oleh penduduk setempat. Bahwa mereka adalah keturunan penduduk Bali yang berasal dari Desa Peneges di sebuah Kerajaan Bali yang bernama Bedahulu, dengan rajanya Mayadanawa yang bertahta di Desa Bedahulu, Kecamatan Blahbatuh, Kabupaten Gianyar.

Dalam pemerintahannya Raja Mayadanawa terkenal sebagai seorang raja yang sakti. Namun sifatnya angkara murka, sombong, dan tidak mengakui adanya Tuhan. Selama pemerintahannya kepada rakyat Bedahulu (Peneges) dilarang untuk melakukan persembahyangan (Ngaturang Aci) kepada para Dewata.

Sehingga selama masa pemerintahannya, masyarakat tidak diperkenankan melaksanakan upacara agama untuk menyembah Dewata.

Hal ini rupanya membuat para Dewa marah. Kemudian diutuslah Bhatara Indra turun ke dunia guna memerangi Raja Mayadanawa. Dalam pertempuran tersebut Raja Mayadanawa mengalami kekalahan.

Kemudian, untuk menghormati jasa kemenangan Bhatara Indra ini, oleh Beliau memerintahkan seluruh rakyat Bedahulu untuk aktif kembali melakukan upacara yadnya kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Demi menyucikan kembali tanah pasca peperangan antara Dewa Indra dengan Raja Mayadanawa, maka Dewa Indra meminta agar melakukan upacara Yadnya Aswameda yang menggunakan Kuda Oncesrawa.

Namun, karena kuda itu sakti, maka kuda tersebut tahu akan dijadikan sarana upacara yadnya. Sebelum upacara tersebut berlangsung tiba-tiba kuda Oncesrawa menghilang dari istana. Untuk mencari jejak kuda tersebut, kemudian diperintahkan oleh Bhatara Indra orang-orang dari Desa Peneges untuk mencari kuda dimaksud

Dalam pencarian itu mereka membagi diri menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama bertugas mencari ke arah Baratlaut dan kelompok ini tidak berhasil menemukannya, yang kini dikenal sebagai penduduk Kabupaten Buleleng, sedangkan kelompok yang lain bertugas mencari ke bagian arah Timurlaut.

“Pada kelompok ini berhasil menemukan kuda itu di lereng bukit sebelah Timur Desa Pakraman Tenganan Pegringsingan sekarang, tetapi sudah dalam keadaan mati. Pada daerah tempat kuda itu ditemukan, kini dikenal dengan sebutan Batu Jaran,” kata Kelian Adat Tenganan Pegringsingan, Putu Suarjana.

Sebagai balas jasa terhadap orang-orang yang telah menemukan bangkai kuda itu, Bhatara Indra kemudian datang ke tempat tersebut, dan bersabda.

“Hai orang-orang Peneges, janganlah engkau menangis, dan walaupun telah engkau temukan kuda itu dalam keadaan mati, akan tetapi engkaulah yang telah berhasil menemukannya. Untuk membalas jasamu itu, akan Aku anugrahkan daerah ini untuk milik kamu semuanya,”.

Namun, ada ketentuan yang harus dipatuhi. “Sampai dimana masih tercium bau busuk bangkai kuda itu, maka sampai di sanalah menjadi luas wilayahmu yang Aku hadiahkan.”

Di samping itu pula Batara Indra memerintahkan agar segera membangun tempat pemujaan untuknya, serta melaksanakan upacara agama sebagaimana biasanya.

Selanjutnya orang-orang Peneges memotong-motong bangkai kuda dan kemudian disebarkan ke seluruh penjuru sejauh kemampuan mereka berjalan. Dari bagian-bagian kuda itu ditaruh di tempat-tempat seperti kaki kanannya ditaruh di Penimbalan Kangin, kaki kirinya ditaruh di Penimbalan Kauh, perut besarnya ditaruh di Batu Keben, kotorannya ditaruh di Taikik, kemaluannya ditaruh di Kaki Dukun, dan ekornya ditaruh di Rambut Pule.

Pada tempat-tempat tersebut di atas, hingga kini masih ada peninggalan berupa pahatan dari batu besar yang kasar menyerupai bagian-bagian dari kuda tersebut di atas. Kini wilayah itulah yang kemudian menjadi Tenganan Pegringsingan.

“Dari beberapa peninggalan ini oleh penduduk setempat dianggap tempat keramat dan dipakai sebagai tempat pemujaan yang pada waktu-waktu tertentu diadakan upacara,” imbuhnya. (AGP/YD)
Source : baliexpress.jawapos.com

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF