Mengenal Jegog, Seni Musik Tradisional Jembrana

(Nusantara7.id) – Jegog, salah satu seni musik tradisional Bali. Tepatnya, berasal dari ujung barat Bali, Kabupaten Jembrana. Ciri khas musik jegog menggunakan bambu sebagai bahan utama.
Keunikan seni musik jegog ini menarik perhatian Menparekraf Sandiaga Salahuddin Uno saat berkunjung ke Jembrana pada bulan Februari 2022 lalu. Saat itu, Sandiaga Uno langsung berinisiatif mengundang jegog Jembrana sebagai salah satu musik penyambut event internasional G20.
Kesenian musik jegog dilestarikan sejumlah komunitas di Jembrana. Hampir setiap desa memiliki kelompok atau disebut sekaa jegog. Kelompok seni musik jegog ini, sering diundang untuk mengisi kegiatan masyarakat dan pemerintahan.

Salah satu event yang paling sering menghadirkan sekaa jegog, yaitu lomba makepung. Seni musik jegog menjadi pengiring selama lomba balap kerbau itu berlangsung, sehingga menambah suasana lomba semakin meriah.

Salah satu kelompok seni musik jegog, Jaka Giri Suara, dari Dusun Sari Kuning, Desa Tukadaya, Kecamatan Melaya, ditemui detikBali, Minggu (24/7/2022), menjelaskan mengenai seni musik jegog, tantangan, dan kendala yang dihadapi saat ini.

Pengurus Jegog Jaka Giri Suara I Gede Ardana (35) mengatakan, alat musik jegog menggunakan bahan utama bambu. Bambu yang digunakan bukan sembarang bambu, tetapi bambu khusus yang disebut sebagai bambu petung. Selain ukurannya besar dan tebal, bambu petung bisa menghasilkan suara yang bagus untuk jegog.

“Hanya bambu petung yang ukurannya bisa besar dan menghasilkan bunyi keras yang cocok untuk jegog,” kata Ardana.

Dalam satu set jegog, lanjut Ardana, terdiri dari 14 rangkaian bambu yang sudah dibuat menjadi gamelan jegog. Setiap gamelan memiliki ukuran berbeda, sehingga bunyi yang dihasilkan juga berbeda. Ragam ukuran inilah yang bisa menghasilkan suara alunan musik jegog yang bervariasi.

Umumnya, setiap pagelaran musik jegog, set alat musik sudah ditata sesuai dengan ukuran. Gamelan jegog paling depan lebih kecil dan tiga gamelan jegog besar berada paling belakang.

Selain untuk lomba makepung, musik jegog menjadi salah satu musik tradisional yang sering mengisi acara pernikahan untuk menyambut tamu. Namun, Ardana mengaku sejak pandemi sekaa jogeg tidak pernah bermain lagi.

“Selama dua tahun pandemi COVID-19, tidak pernah ada kegiatan. Mulai bulan Juni ini sudah mulai ada kegiatan, mengiringi acara makepung di Tuwed,” ungkapnya.

Sebagai kesenian tradisional khas Jembrana, kata Ardana, jegog kini dihadapkan dengan berbagai kendala, mulai dari minimnya pementasan kesenian jegog hingga semakin langkanya bambu bahan baku gamelan jegog.

Para seniman jegog kini mengandalkan bambu dengan mendatangkan dari luar Jembrana. Bahkan, saat ini Jembrana sebagai daerah asal kesenian jegog, hampir semakin sulit mendapatkan bahan baku ambu dengan ukuran besar untuk gamelan ini.

Ardana mengungkapkan, Sekaa Jegog Jaka Giri Suara dibentuk sejak tujuh tahun lalu. Para sekeha jegog mengawali pembuatan jegog dengan biaya swadaya. “Dari awal pembuatan jegog, untuk biaya kami swadaya urunan dengan semua anggota,” ujarnya.

Meski menghadapi banyak kendala, sambung Ardana, gamelan jegog harus tetap dilestarikan. Ia sangat berharap peran pemerintah dan partisipasi aktif masyarakat, terutama untuk penyelamatan gamelan berbahan baku bambu ini.

Untuk itu, Ardana berharap, melestarikan kesenian melalui festival jegog di Jembrana bisa kembali digelar. Meski saat ini masih kondisi pandemi, namun lewat hiburan kesenian jegog bisa menggeliatkan ekonomi, sehingga akan berdampak positif bagi masyarakat.(AGP/ADI)

Baru! Tayangan Video dari Bali Digital Channel

klik: https://s.id/BaliDigitalChannel

#BaliDigitalChannel #Nusantara7

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF