Mengenal Tradisi Nyacen, Simbol Ucapan Syukur Masyarakat Adat Gianyar

Nusantara7.id, Gianyar – Bagi sebagian orang, tradisi ‘Nyacen’ mungkin terdengar asing. Tradisi ini bisa dibilang hanya digelar di Gianyar, Bali.

Lebih khusus lagi, budaya ini adalah tradisi turun temurun warga Desa Taro, Kecamatan Tegallalang. Desa ini adalah salah satu desa tertua di Bali yang banyak mewariskan tradisi, salah satunya Nyacen.

Bagi masyarakat Desa Taro, Nyacen adalah simbol ucapan syukur. Tradisi ini sudah ada sejak dahulu kala.

Nyacen artinya menghaturkan sarana upacara berupa hasil panen, atau bisa juga berupa hasil panen yang sudah diolah menjadi jajanan.

Ada buah-buahan, daging, sate, uang kepeng, serta daun sirih yang ditempatkan dalam tegenan atau jinjingan kayu/bambu.

Tradisi ini digelar setahun sekali, bertepatan dengan rahina Kajeng Kliwon, Budha Kliwon, Wuku Gumbreg.

Penyarikan Desa Pakraman Patas I Ketut Wija, Desa Taro, Tegalalang, menjelaskan pembuatannya berbeda dengan cara menghaturkan sarana upakara pada warga Bali kebanyakan.

Di sini, semua sarana ini disusun sedemikian rupa dengan tali. Ditata dari bagian bawah berupa sate tusuk dan sate lilit, urutan babi, kemudian diikuti dengan penataan buah-buahan lokal (nanas, manggis, durian, anggur, dan buah lokal lainnya), di atasnya diisi jajan dari ketan yang diolah menjadi jajan uli, jajan gerita, dan jalanan dari bahan beras.

“Kalau dibayangkan cukup rumit, semua buah-buahan diikat satu persatu dengan tali dari bambu, lalu dikait-kaitkan, dengan sarana lainnya, buatnya tidak satu melainkan dua yang ditaruh di kanan kiri bambu yang disebut sanan tegenan,” jelas Wija, dihubungi detikBali, Sabtu (27/1/2024).

Setelah pembuatan selesai, lalu warga laki-laki yang membawa ke Pura Desa Patas dan ditempatkan pada tempat yang sudah disediakan. “Kami sudah dilaksanakan sejak ribuan tahun dari zaman kerajaan Bali kuno, dan tidak pernah ada patokan khusus isi sarananya,” imbuhnya.

Dalam perkembangannya, masyarakat setempat sadar akan pentingnya digelar tradisi kian menguat. “Terbukti, walaupun tidak ada aturan adat yang mengatur, tapi dalam satu rumah bisa menghaturkan lebih dari satu banten tegenan ini, artinya rasa syukur masyarakat kian meningkat atas berkat yang sudah diberikan,” jelasnya.

Tradisi ini sangat penting bagi masyarakat setempat. Karena dipercaya sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih atas anugerah kemakmuran yang sudah diberikan Tuhan. Dengan harapan, ke depan berkah terus datang lebih banyak lagi untuk masyarakat setempat.

“Di sore hari, setelah semua berkumpul, jero mangku sang pemimpin upacara menghaturkan sarana tersebut kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa, diikuti dengan persembahyangan bersama umat. Dan kemudian seusai sembahyang sarana diambil lagi untuk disantap sebagai wujud terima kasih,” ungkap Wija. (AGP/YD)
Source : detik.com

Eh, liat ini deh. AFC Fried Chicken, Jl. Raya Puputan No.7 Renon di GoFood.
https://gofood.link/a/Kg1yhZo

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF