Omed-omedan, Tradisi Ciuman Masyarakat Bali Usai Hari Raya Nyepi

(Nusantara7.id) – Omed-omedan merupakan budaya Bali berupa ajang saling berciuman dan tarik-menarik. Namun, tradisi ini tak bisa dilakukan sembarangan.

Mengutip dari denpasarkota.go.id, omed-omedan bukanlah ajang untuk mengumbar nafsu birahi. Tradisi ini merupakan cara masyarakat Bali belajar tentang rasa kebersamaan dan kekeluargaan yang erat.

Dalam bahasa Indonesia, omed-omedan berarti tarik-menarik. Tradisi ini umumnya digelar satu hari setelah perayaan Hari Raya Nyepi.

Salah satu desa yang masih menyelenggarakan acara ini adalah Desa Sesetan, Denpasar, Bali. Para anak muda berusia 17-30 tahun yang belum menikah akan turut berpartisipasi dalam acara ini.

Mereka akan menyanyikan lirik lagu secara serentak. Lirik lagu tersebut yakni, “Omed-omedan, saling kedengin, saling gelutin. Diman-diman… Omed-omedan, besik ngelutin, ne len ngedengin. Diman-diman…”

‘Gelut’ berarti saling berpelukan, sedangkan ‘diman’ diartikan sebagai mengungkapkan rasa kasih sayang dengan ciuman. Adapun ‘siam’ berarti siram, sementara ‘kedengin’ berarti tarik-menarik.

Inti dari acara omed-omedan ini adalah peluk, cium, siram, lalu tarik. Hal tersebut dilakukan berulang hingga semua pemuda dan pemudi Desa Sesetan mendapatkan giliran. Tradisi ini bertujuan untuk memperkuat rasa asah, asih, dan asuh antar warga, khususnya warga Banjar Kaja, Desa Sesetan.

Sebelum melaksanakan omed-omedan, acara diawali dengan sembahyang bersama di Pura. Kemudian, dilanjutkan dengan pementasan Barong Bangkung Jantan dan Betina.

Usai kegiatan tersebut selesai, para kelompok peserta kemudian memasuki pelataran Pura. Ada dua kelompok yang terlibat omed-omedan, yaitu kelompok laki-laki dan perempuan. Posisi laki-laki dan perempuan pun dibuat saling berhadapan.

Sebelum acara dimulai, musik gamelan dimainkan. Seorang sesepuh desa akan memberikan aba-aba agar kedua kelompok saling mendekat.

Begitu kedua kelompok saling mendekat, peserta terdepan dari masing-masing kelompok akan saling ‘gelut’ (peluk), ‘diman’ (cium), dan ‘siam’ (disiram air), sedangkan peserta lainnya akan ‘ngedengin’ alias tarik menarik.

Konon, tradisi omed-omedan berasal dari warga Kerajaan Puri Oka yang terletak di Denpasar Selatan. Dahulu, para warga berinisiatif membuat sebuah permainan tarik-menarik. Lama-kelamaan, permainan ini semakin menarik, sehingga berubah menjadi saling rangkul.

Namun, karena suasana jadi gaduh, Raja Puri Oka yang sedang sakit keras pun marah karena terganggu dengan suara berisik tersebut. Hanya saja, ketika sang Raja keluar dan melihat permainan omed-omedan ini, ia justru sembuh dari penyakitnya.

Sejak saat itu, Raja memerintahkan warga agar omed-omedan diselenggarakan setiap tahun, yakni setiap menyalakan api pertama atau Ngembak Geni selepas Hari Raya Nyepi. (AGP/AR)

Sumber: liputan6.com

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF