Pemulihan Sektor Pariwisata Digenjot, Bagaimana Pelaku Industri Beradaptasi?

(NS7) – Pemulihan di sektor pariwisata menjadi salah satu prioritas pemerintah. Hal ini tercermin dari besarnya anggaran yang dicadangkan untuk mengembangkan pariwisata dan ekonomi kreatif dari tiga aspek, yakni aksesibilitas, atraksi dan aseminitas, serta promosi maupun partisipasi pelaku swasta.
Menteri Keuangan Sri Mulyani pada September lalu mengatakan ada anggaran sebesar Rp 9,2 triliun yang dicadangkan untuk mendukung pemulihan sektor pariwisata pada 2022, yang terdiri dari alokasi belanja pemerintah pusat Rp 6,5 triliun dan transfer ke daerah Rp 2,8 triliun. Angka yang dicadangkan tahun depan tersebut naik dari alokasi Rp 7,67 triliun tahun ini.

Perhatian khusus memang diberikan terhadap industri pariwisata dan ekonomi kreatif karena tak dapat dipungkiri pandemi Covid-19 menghantam sektor ini cukup telak.

“Bagaimana memulihkan pasar pariwisata kita melalui rebranding pariwisata dan bagaimana menciptakan resiliensi dari dunia pariwisata. Itu akan terus kita lakukan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu lalu.

Untuk tahun ini, dari Rp 7,67 triliun alokasi anggaran untuk pemulihan pariwisata, terdapat sejumlah program untuk mendukung destinasi pariwisata super prioritas, diantaranya Dana Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo dan Likupang.

Sementara itu, CEO dan Co Founder Bobobox Indra Gunawan mengatakan hiburan pariwisata merupakan sesuatu yang tidak bisa dieliminasi.

“Marketnya sangat menunggu (pemulihan), kita lihat vaksin jadi solusi yang efektif, saya rasa akan terjadi market recovery yang baik,” kata Indra, CEO perusahaan property-technology (prop-tech) yang fokus untuk penyediaan fasilitas beristirahat dan pengelolaan tempat wisata dengan menawarkan konsep modular.

Keputusan pemerintah untuk melonggarkan peraturan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dan melakukan uji coba pembukaan kembali destinasi wisata di Pulau Jawa dan Bali, membawa angin segar bagi para pelaku industry tourism dan hospitality, yang tengah berjibaku mempertahankan bisnisnya setelah mengalami penurunan drastis volume pengunjung akibat pemberlakuan PPKM dan PSBB.

Pemulihan di sektor ini diyakini dapat mulai terlihat pada akhir tahun 2021 dan tahun depan setelah pemerintah menggencarkan upaya program pemerataan vaksinasi untuk mendorong herd immunity, atau kekebalan komunal.

Selain itu, pelonggaran berbagai peraturan yang membatasi aktivitas sosial, hingga tambahan alokasi anggaran untuk sektor ini diharapkan dapat menghidupkan kembali geliat pariwisata, yang sebelum pandemi merupakan salah satu penyumbang devisa terbesar di negara ini.

Meski pemulihan cukup terlihat saat ini, Indra mengingatkan hal ini akan dibarengi oleh kesadaran konsumen terkait pentingnya menjaga standar protokol kesehatan (prokes).

“Jadi fasilitas yang akan dipilih masyarakat adalah yang diketahui menjaga prokes dengan baik. Meskipun hotel bintang lima, kalau tidak menjaga prokesnya, saya rasa tidak akan menjadi preferensi konsumen saat ini,” ujarnya.

Pada buku Tren Pariwisata 2021 yang dirilis oleh Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf), disebutkan bahwa tingginya kesadaran konsumen terhadap standar protokol kesehatan kini telah menjadi sebuah tren yang penting karena konsumen kini melihat menjaga prokes bukan lagi untuk mematuhi himbauan pemerintah, tapi kini merupakan kesadaran dari dalam diri mereka sendiri.
“Kedepannya, konsumen akan semakin bertanggung jawab,” demikian tertulis dalam Buku Tren Pariwisata 2021 pada chapter berjudul People Are More Responsible.

“Kesadaran untuk patuh dan bahkan meningkatkan standar protokol kesehatan akan semakin kuat. Hal ini kemudian terinternalisasi dalam pola keseharian dan menjadi kebiasaan baru yang mengedepankan CHSE (Cleanliness, Healthiness, Safety, Environment) […] Kebiasaan ini tidak akan hilang meskipun vaksin sudah ada,” demikian tulis chapter dalam buku tersebut.

Buku Tren Pariwisata 2021 tersebut merupakan kerja sama antara Kemenparekraf/Baparekraf dengan Inventure, sebuah perusahaan konsultan manajemen dan pemasaran yang banyak melakukan riset dan kajian terkait bisnis di masa pandemi.

“Kalau saya melihat sekarang hotel yang menyediakan protokol kesehatan paling bagus adalah yang mendapat okupansi terbaik. Hotel bintang lima sekalipun jika tidak beradaptasi saya kira tidak dapat marketnya, akan tetapi untuk hotel bintang lima yang sudah tersertifikasi CHSE justru menjadi tempat favorit untuk staycation, bahkan bekerja,” kata CEO Bobobox tersebut.

Menurut Indra, prioritas pasar atau konsumen di industri hospitality kini bukan hanya dari harga fasilitas, namun kenyamanan dan keamanan dan ke-hygienisan.

Tak dapat dihindari, pandemi Covid-19 membuat konsumen semakin menerima kehadiran teknologi digital. Jika sebelum pandemi terjad perilaku menggunakan platform digital untuk berbagai kebutuhan didominasi oleh para generasi muda yang digital savvy kini generasi baby boomer pun harus berdaptasi untuk menggunakan jasa layanan digital.

Bertumbuh justru di masa pandemi, Indra mengatakan salah satu rencana strategis perusahaan prop-tech yang berhasil meraih pendanaan Seri A senilai US$ 11,5 juta atau Rp 170 miliar tersebut, adalah terus membangun mindset untuk selalu adaptif dan berinovasi.

Meski pandemi diperkirakan masih akan berdampak di tahun depan, CEO Bobobox, penyedia akomodasi berbentuk kapsul modular yang terintegrasi dengan aplikasi dan sistem Internet-of-Things (IoT), justru menargetkan perusahaannya akan terus berekspansi ke enam lokasi di Indonesia tahun depan.

Indra mengatakan perusahaannya, yang kini mengelola 17 cabang di seluruh nusantara melalui berbagai jenis fasilitas mulai dari Bobohotel (Bobobox pods), Boboliving hingga Bobocabin, turut memastikan semua lokasi yang dikelolanya tersertifikasi CHSE.

“Kita memastikan sudah menyiapkan fasilitas yang aman, dan nyaman, hygienis, kita juga memastikan proses check in check out sudah contactless. Kita pastikan memberikan kenyamanan juga buat konsumen di masa pandemi,” kata CEO Bobobox tersebut.

Tak hanya menawarkan bisnis yang ‘adaptif’, Bobobox, seperti diungkapkan sebelumnya oleh Antonius Bong, co-founder Bobobox, juga menawarkan skema investasi kerjasama untuk Bobocabin, yakni fasilitas hunian pariwisata berbasis modular untuk berbagai macam keperluan, agar publik dapat menikmati hasil dari sektor ini. Hal ini dimaksud untuk mendemokratisasi pasar.

“Go to market strategy sudah disiapkan sedemikian rupa, kita ingin menjadi top of mind dan the accomodation of choice,” kata Indra. (AGP/GS)

Source : https://finance.detik.com/

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF