Peristiwa 26 September 1987: Wafatnya Ramang, Sang Legenda Besar Sepak Bola Indonesia

(NS7) – Dalam sejarah, sepak bola Indonesia pernah menjadi sorotan kala mengikuti ajang Olimpiade Melbourne 1958. Momen tersebut juga menjadi salah satu yang paling berkesan bagi timnas Indonesia di level internasional.

Puncaknya ketika Indonesia menghadapi Uni Soviet, yang menjadi tim kuat pada masa itu, di babak perempat-final. Dan pada pertandingan tersebut, Indonesia memberi kejutan dengan menahan imbang 0-0 Uni Soviet, yang kala itu diperkuat oleh kiper terhebat sepanjang masa, Lev Yashin.

Namun, sorotan tak hanya tertuju pada kiper peraih Ballon d’Or tersebut. Nama Ramang menjadi salah satu yang paling menonjol dalam pertandingan. Pergerakannya berhasil membuat Uni Soviet kesulitan, dan bahkan, Ramang hampir menjebol gawang lawan. Namun sayang, yang menjadi lawannya adalah Lev Yashin.

“Bek-bek Uni Soviet yang bertubuh raksasa langsung terbangun saat Ramang, penyerang lubang bertubuh kecil, melewati dua pemain dan memaksa Yashin melakukan beberapa kali penyelamatan. Pada menit ke-84, pemain berusia 32 tahun itu (Ramang) hampir saja membuat Indonesia unggul, yang bakal menjadi puncak kejutan, andai saja tendangannya tidak ditahan oleh pria yang dikenal luas sebagai kiper terhebat dalam sejarah sepakbola,” demikian tulis FIFA, yang dikutip dari laman goal.com.

Legenda PSM

Dilansir dari bola.com, Ramang lahir pada tanggal 24 April 1924 di Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Ia kemudian hijrah ke Makassar tahun 1945.

Di Makassar, Ramang bekerja serabutan untuk menghidupi keluarganya. Dua tahun setelah menetap di Makassar, Ramang direkrut klub Persis (Persatuan Sepakbola Induk Sulawesi) atau Coution Voetbal Bond untuk mengikuti kompetisi PSM (Persatuan Sepakbola Makassar).

Dirinya begitu terikat dengan PSM Makassar, sampai-sampai julukan klub tersebut terinspirasi dari namanya, yaitu Pasukan Ramang. Hal ini tak lepas dari perjalanan karrir sepak bolanya, yang hampir seluruhnya ia habiskan bersama tim kota Makassar itu. Dirinya memperkuat PSM di dua periode (1947-1960 dan 1962-1968), dan mempersembahkan dua gelar perserikatan kepada Juku Eja.

Kisah Kejayaan Ramang

Julukan Macan Asia yang disematkan kepada Indonesia tak bisa lepas dari peran Ramang. Dalam sebuah tur ke Asia Timur di tahun 1953, Indonesia memenangkan lima dari enam laga, dan kalah sekali dari Korea Selatan. Dari enam pertandingan tersebut, Ramang sukses mencetak 19 gol dari total 25 gol yang disarangkan Indonesia ke gawang lawan.

Ramang juga hampir membawa Indonesia berlaga di Piala Dunia 1958 setelah dua golnya menyingkirkan Tiongkok di babak kualifikasi. Indonesia pun melaju ke putaran kedua kualifikasi dan tergabung bersama Sudan, Israel, dan Mesir. Namun, Indonesia mengundurkan diri lantaran enggan bertanding melawan Israel karena alasan politik.

Ramang turut terlibat ketika Indonesia berhasil menahan imbang Jerman Timur 2-2 dalam sebuah laga persahabatan di Jakarta pada 1959. Dirinya juga sukses mengoleksi 20 gol dalam Turnamen Merdeka 1960, di mana Indonesia menjadi juara ketiga di ajang tersebut.

Akhir Pilu Sang Legenda

Sayangnya, kehidupan sehari-hari Ramang tak secemerlang karirnya di lapangan. Skillnya yang di atas rata-rata seakan tenggelam karena dirinya hidup di masa-masa sepakbola bukanlah sebuah pilihan hidup yang menjanjikan.

Ramang terjerat kemiskinan. Bekerja serabutan dengan gaji seadanya demi menyambung hidup ia dan keluarganya. Kasus suap dalam Skandal Senayan 1962 yang ikut menyeret namanya membuat Ramang dilarang bermain untuk timnas seumur hidup.

Nasibnya kian terpuruk. Ia sempat menjadi pelatih PSM dan Persipal Palu, namun tak bisa bertahan karena tak memiliki sertifikat kepelatihan. Pada 26 September 1987, sang legenda besar ini pun meninggal dunia di usia 59 tahun akibat penyakit paru-paru tanpa bisa berobat di rumah sakit karena kekurangan biaya.

Sumber : merdeka.com

(AP)

   Send article as PDF