Pura Erjeruk Sukawati, Situs Warisan Abad X

Gianyar, (Ns7) –  Pernahkah anda pergi ke Pantai Purnama di Sukawati, Gianyar? Bila pernah, anda akan mendapati sebuah pura yang berada di sisi utara jalan. Itu merupakan Pura Kahyangan Jagat Erjeruk, sebuah pura yang menyimpan sejarah panjang dalam panggung kebudayaan Bali.

Pura Kahyangan Jagat Erjeruk berdiri di wilayah wewidangan Desa Adat Sukawati, Gianyar. Dari pusat Desa Sukawati, jarak menuju ke pura ini sekitar 4,5 km ke arah selatan. Letak pura tepat berada di pinggir jalan raya, sehingga dari sisi akses sangat mudah untuk dijangkau.

Dalam sebuah teks lontar bernama Kuttara Kanda Dewa Purana Bangsul koleksi Universitas Hindu Indonesia, pura ini termasuk satu dari enam pemuliaan unsur Sad Krethi Loka di Pulau Bali. Pura ini merupakan pemuliaan untuk unsur Jagat Krethi, pemuliaan pada seluruh dunia dan isinya, bersanding dengan Pura Basukihan (Giri Krethi), Pura Batukaru (Wana Krethi), Pura Rambut Pakendungan (Swi Krethi), Pura Sakenan (Sagara Krethi), dan Pura Watuklotok (Ranu Krethi). Menurut teks ini, Pura Erjeruk merupakan pemuliaan bagi Hyang Jayadhana, manifestasi Bhatara Hyang Pasupati.

Pekaseh Agung Krama Subak Sukawati, Made Diartawan, kepada Media Bali menuturkan jika menurut catatan yang dimiliki pihaknya, pura ini diduga telah dibangun pada abad ke-10. “Sumber-sumber tertulis berupa prasasti yang mengungkapkan tentang tahun pendirian Pura Erjeruk sampai saat ini memang belum ada ditemukan, Namun, menurut cerita lisan masyarakat, pura ini telah dibangun pada masa pemerintahan Sri Wira Dalem Kesari Warmadewa pada abad ke-10 Masehi,” tuturnya, Selasa (29/6).

Ia menyebutkan, berdasar rujukan-rujukan itu perhatian penguasa Bali terhadap eksistensi Pura Erjeruk, terus mengalir pada zaman kekuasaan sesudahnya, termasuk ketika Bali dipimpin Udayana Warmadewa pada abad ke-11 Masehi. Kala itu, diyakini ada datang Mpu Kuturan ke Bali dan diangkat sebagai purohita (pendeta istana). Mpu Kuturan kemudian merumuskan berbagai landasasan spiritual Bali, salah satunya memperkenalkan sad kahyangan, dan konsep Tri Murti yang kemudian ditranformasikan ke dalam bentuk bangunan Kahyangan Tiga.

“Dalam Usana Bali disebutkan nama Pura Gunung Jruk sebagai stana Ida Bhatara Putrajaya. Upaya menyamakan Pura Gunung Jruk dengan Pura Erjeruk cukup beralasan, karena penyebutan nama Dewa Putrajaya berstana di Gunung Jeruk dalam Usana Bali,” jelasnya.

Ia menjelaskan, di Pura Erjeruk, entitas Bhatara Putrajaya hingga saat ini juga masih dipuja, yakni pada bangunan meru tumpang lima di pura tersebut. Dan, lanjutnya, bangunan meru di Bali juga diyakini diperkenalkan oleh Mpu Kuturan.

Diartawan meneruskan, secara singkat Pura Erjeruk diduga dibangun dalam tiga tahap. Tahap pertama yakni pada era pemerintahan Sri Wira Dalem Kesari Warmadewa (abad ke-10 Masehi). Tahap kedua, pada masa pemerintahan Udayana Warmadewa (abad ke-11 Masehi), saat Mpu Kuturan hadir sebagai purohita Kerajaan bali. Kemudian, pembangunan tahap ketiga, dilakukan ketika pemerintahan Raja Dalem Waturenggong yang beristana di Gelgel pada abad ke-15 sampai abad ke-16 Masehi. Pemerintahan Dalem Waturenggong didukung oleh purohito bernama Dang Hyang Nirartha. “Beliau memperkenalkan konsep padmasana di Bali, termasuk melengkapi Pura Erjeruk dengan bangunan padmasana di utama mandala,” katanya.

Menurut pembagian mandala, pada konsep dasarnyaa Pura Erjeruk tampak menerapkan konsep tri mandala atau tiga kawasan, yakni nista mandala, madya mandala, dan utama mandala. Konsep tri mandala merupakan replika dari konsep Tri Bhuwana atau tiga lapisan dunia. Tri Bhuwana itu terdiri dari Bhurloka (alam bawah), Bwahloka (alam tengah), dan Swahloka (alam atas). Namun, saat ini pangemong telah menambahkan sebuah mandala di kawasan paling depan. Hal itu diambil pihak pangemong menyikapi perkembangan pembangunan di kawasan Pantai Purnama.

Tempat Memohon Rezeki hingga Keturunan

Salah satu hal yang membuat pura diyakini oleh umatnya di Bali adalah hal-hal mistis yang biasanya terkait dengan suatu pura. Pura Erjeruk sendiri oleh orang-orang yang meyakini dipercaya sebagai tempat untuk memohon rezeki hingga keturunan. “Biasanya yang datang ke pura ini memohon keselamatan, rezeki dan bahkan keturunan,” kata Diartawan.

Sebagai tempat memohon keturunan, di pura ini terdapat Palinggih Ratu Brayut. Palinggih ini berada di sebelah kanan kori agung (candi kurung) dan menghadap ke barat. Bangunannya berbentuk gedong, yang terbuka di bagian depannya, sementara di sisi lainnya tertutup. Menurut mitos yang berkembang, arca yang tersimpan di palinggih tersebut terkait dengan Dalem Waturenggong.

Selain Palinggih Ratu Brayut, di pura tersebut juga terdapat Palinggih Ratu Penganten. Posisinya berada di sebelah kanan Palinggih Ratu Brayut. Bangunannya mirip dengan padmasari, yang tampaknya terkait erat dengan palinggih Ratu Brayut. “Nah di palinggih Ratu Penganten ini, pasangan suami-istri bisa memohon agar diberkahi keutuhan dalam hidup berumah tangga. Lalu, di Ratu Brayut memohon agar diberkahi keturunan atau anak,” tutur Diartawan.*

Penulis:  Catur Kusumaningrat/ Eriadi Ariana
Sumber : Media Bali
(GP)

 

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF