Rare Angon, Identik dengan Tradisi ‘Melayangan’ di Bali

Denpasar, (NS7) – Melayangan atau layang-layang merupakan tradisi yang sangat erat dengan budaya Bali. Tradisi Melayangan bagi umat Bali sendiri sangat erat kaitannya dengan cerita masyarakat yakni, Rare Angon.

Dalam cerita tersebut, dipercaya Rare Angon merupakan Dewa Layangan yang bermanifestasi dari Dewa Pelebur, Dewa Siwa. Rare Angon akan turun ke bumi ketika musim panen raya di sawah usai iringan dengan tiupan seruling khas yang menandakan memanggil sang angin.

Selanjutnya, Rare Angon berarti anak gembala, setelah musim panen para petani terutama anak gembala mempunyai waktu senggang yang mereka gunakan untuk senang-senang. Sambil menjaga ternaknya salah satu permainan yang sering mereka lakukan adalah bermain Layang-layang.

Pada saat ini, budaya Melayangan masih sering dilakukan oleh masyarakat Bali, tidak hanya bagi anak-anak, orang dewasa pun sangat gemar Melayangan. Hal ini terbukti dengan diadakannya berbagai kompetisi layang-layang yang banyak diikuti oleh ‘seka’ (grup) Banjar-banjar Desa Adat.

Di Bali, layangan cukup memiliki bentuk-bentuk yang unik. Oleh karena itu, berikut adalah 3 jenis layangan yang umum ada di Bali :

  1. Layangan Bebean

Layangan Bebean, berasal dari kata ‘be’ yang artinya ikan. Bebean berarti layangan yang berbentuk seperti seekor ikan.

Layangan ini digambarkan sebagai seekor ikan yang berenang, menari-nari di dalam air dan juga memiliki suara guangan yang indah, hidup Ikan selalu tergantung pada air, sinar, tanah, udara dan angkasa yang kesemuanya itu merupakan unsur Maha.

  1. Layangan Pecuk

Layangan berikutnya adalah layangan pecuk. Nama pecuk diambil dari bentuk layangan ini yang memiliki 4 sudut dan menekuk. Selain itu, dalam bahasa Bali, pecuk artinya menekuk.

Layangan pecuk dapat dibandingkan dengan Ulu Chandra yakni, Windu yang merupakan Wijaksana simbol Hyang Widhi Wasa.

  1. Layangan Janggan

Selanjutnya, layangan yang memiliki nilai magis tersendiri dan sakral yakni layangan JangganLayangan ini dipercaya sebagai naga sang penjaga kestabilan dunia.Dalam mitos Hindu, pada awal mulanya, Bumi dipotong oleh seekor kura-kura raksasa bernama Benawang Nala.

Kematian akibat terbelah seekor naga bernama Naga Besuki pun melilit tubuhnya sebagai penyambung Bumi yang terbelah.Oleh karena itu, layangan Janggan direpresentasikan sebagai Naga Besuki yang menjaga kestabilan kehidupan Bumi.

Bagi masyarakat Bali, khususnya umat Hindu, layangan ini merupakan layangan yang sangat sakral. Bahkan sebelum dan sesudah diterbangkan, layangan ini harus disucikan terlebih dahulu.

Sumber : https://ringtimesbali.pikiran-rakyat.com/bali-news/pr-281853380/rare-angon-identik-dengan-tradisi-melayangan-di-bali
(ESS/ACP)

 

 

 

   Send article as PDF