Sabda (Suara), Aksara dan Pemujaan dalam Tutur Aji Saraswati (Bagian-3)

(NS7) – Cara di mana Dasaksara diringkas (pengringkesan) untuk menjadi prinsip yang halus sangat penting. Teks tampaknya lebih menekankan pada “kembali ke asal” daripada pada menjadi. Dengan demikian, ajaran yang terkandung dalam teks ini berguna bagi orang yang tulus yang ingin “kembali ke asal”. Hal ini ditunjukkan dengan ringkasan sejumlah besar huruf suci ke huruf/suara yang lebih kecil. Ini membutuhkan guru spiritual yang kompeten (guru) yang dapat membimbing dan membantu.

Dikatakan bahwa ini dimulai dari memahami Catur Dasksara ke Dasaksara, kemudian ke Pañca Aksara, Pañca Brahma, Tri Aksara, Rwa Bhinéda dan akhirnya ke Ekaksara,  yaitu Ongkara. Pada text lontar diuraikan Dasaksara dengan posisi dan warna tertentu di dalam tubuh manusia dan alam semesta.

 

No Dasaksara Bhuwana Alit Bhuwana Agung Warna
1 Sakara jantung timur putih
2 Bakara ati selatan merah
3 Takara ginjal barat kuning
4 Akara empedu utara hitam
5 Ikara pangkal ati tengah lima warna
6 Nakara paru-paru tenggara merah muda
7 Makara urung-urung

gading

barat daya unggu
8 Sikara barat laut limpa hijau
9 Wakara ineban timur laut biru
10 Yakara ujung ati lima warna

 

Dasa Aksara lagi diringkas. Wa musnah pada A-karaSi musnah pada Ta-karaMa musnah pada Ba-karaNa musnah pada Sa-kara, dan secara bersama-sama mereka membentuk Pañca Brahma yang suaranya adalah Sa Ba Ta A I . Panca Brahma ini lagi diringkas: Sa kembali ke Ba-kara menjadi A-karaTa kembali ke A-kara menjadi U-karaYa kembali ke I-kara menjadi Ma-kara, suara (Sabda)-nya: A U M. Ini disebut dengan Tri Aksara bersemayam di dalam kalbu, yang merupakan manifestasi dari Brahma, Wisnu, dan Iswara yang dibantu oleh: Ardha
Candra.Windu, dan Nada. JIka dibuat lengkap manifestasnya nampak seperti gambar ini  

Oleh karena itu, ini menjadi Ang Ung Mang suaranya; Ung menjadi Ah manifestasi dari amrêtaAh menjadi Ongkara Ngadeg manifestasi dari api, Mang kembali ke Ung menjadi WinduAh merupakan manifestasi dari Ongkara Sumungsang terletak di dahi, bentuk setengah bulan (ardha candra) terletak di alis-alis.

Titik (windu)-nya terletak antara kedua alis. Ongkara Ngadeg terletak di dada dan yang disebut dengan Ardha Candra berlokasi di leher (gulu), dan titiknya (windu) terletak di pangkal leher; Nada terketak di lidah.

Selanjutnya, Ongkara Ngadeg yang merupakan manifestasi api membakar semua jenis ketidaksucian (lêtêh). Ongkara Nungsang manifesasi keabadian (amrêta). Ang terletak di puser (nabi) dan Ah terletak di ubun-ubun (Siwadwara).

Bawalah mereka bersama-sama menjadi tersatukan di dalam pikiran; bayangkan mereka sebagai air terjun pada api yang sedang berkobar dan menjadi asap (kukus); itulah yang menjadi jiwa (Átma).

Lakukan hal ini dengan keyakinan dan jagalah kerahasiaannya yang disebut dengan dengan gunung Sêméru; anda tidak akan tertangkap ketika diserang oleh musuh yang paling kuat sekalipun, dan juga oleh orang yang mempraktekkan ilmu hitam (léak); ini disebut Manik Svéta, tempat untuk mengamankan jiwa. Lalu bayangkan kedua langit dan bumi bersatu. Inilah cara membakar ketidaksucian di dalam diri melalui penggunaan Dasaksara..

Itulah caranya membakar penyakit/ketidaksucian di dalam tubuh. Ketika semua telah dibinasakan dari tubuhmu, tubuh menjadi enak, nyaman dan bersih, kemudian lakukanlah kontemplasi untuk menciptakan sebuah istana di dalam bentuk padmasana, dan pujalah sesuai kemampuanmu..

Saat melakukan ringkasan, setiap Aksara dikaitkan dengan dewa, warna, organ internal di mana peran pikiran untuk konsentrasi / kontemplasi menjadi sangat penting. Teks ini tidak menyebutkan signifikansi teknik Yoga dalam hal ini, namun, dari konteks yang diberikan jelas perannya dalam ringkasan Aksara tersebut.
Teks ini juga memuat sejumlah mantra yang bisa menyebabkan lahirnya kekuatan penyucian. Misalnya, mantra untuk air suci, memercikan air suci, mempersembahkan pras, tehenan, menangkap leyak, penyucian diri mulai belajar sastra, dan lain-lain.

Sesuai tradisi Bali, Dewi Saraswati piodalannya dilaksanakan sekali dalam enam bulan menurut kalender Bali. Lontar dianggap sebagai sthana ketika beliau disembah/dipuja. Oleh karena itu, lontar dianggap suci dan harus diperlakukan dengan rasa kesucian. Siswa, guru, pegawai pemerintah, intelektual tradisional menucikan hari suci ini dengan melakukan pemujaan dalam bentuk Saraswati Puja. Bantên (persembahan) untuk menyembahnya adalah khas; di mana ada jajan berbentuk cecak kecil yang terbuat dari bubuk beras dikenal dengan jaja saraswati. (bersambung)

Sumber: Blogger Bali
(GP/NS7)

   Send article as PDF