Siat Sarang, Tradisi Unik Desa Adat Selat Sebagai Implementasi Pengendalian Diri

Nusantara7.id, Karangasem – Desa Adat Selat, Kecamatan Selat kabupaten Karangasem melaksanakan tradisi Siat Sarang sebelum digelarnya Usaba(Upacara) Dimel, Kamis(8/2), di pelataran Pura Bale Agung. Siat Sarang merupakan tradisi desa setempat yang sudah turun temurun dilaksanakan sebagai upacara pecaruan yang bertujuan untuk nyomia Bhuana Agung dan Bhuana Alit atau upacara untuk menyeimbangkan alam, makro dan mikro kosmos.

Pantauan media ini, sebelum Tradisi Siat Sarang dimulai, sejumlah warga dan pemuda mengumpulkan Sarang yang telah di upacarai dari masing-masing rumah warga menuju lokasi Siat Sarang. Para pemuda yang akan melaksanakan Siat Sarang berkumpul, dibagi menjadi dua kelompok, sebagian kelompok berada disisi selatan tidak memakai baju, sengaian kelompok berada disisi utara dengan tetap memakai baju.

Sebelum Siat (perang-red) Sarang dimulai, tokoh desa adat setempat berada ditengah-tengah dua kelompok pemuda untuk memberikan pemahaman dan penjelasan terkait pakem serta apa pemahaman mengenai tradisi tersebut sebelum nantinya memberikan aba-aba untuk memulai Tradisi Siat Sarang.

Kepada awak media, Kelian Ngukuin Desa Adat Selat, Jero Mangku Wayan Gede Mustika menyampaikan, tradisi Siat Sarang merupakan rangkaian Aci atau Upacara Petabuhan yang bermakna sebagai pecaruan atau menyeimbangkan Bhuana Agung dan Bhuana Alit Makro dan Mikro Kosmos.

“Pada dasarnya makna atau inti dari Tradisi Siat Sarang ini adalah pengendalian diri, Sarang yang dilempar ke arah lawan bermakna melepas hawa nafsu serta melepas prilaku Sadripu yang ada dalam diri masing masing sehingga pada saat upacara usaba hati kita bersih dan pikiran jernih dalam melaksanakan Upacara Usaba Dimel,” terang Jero Mangku Wayan Gede Mustika.

Ditambahkannya, perilaku bhuta kala selalu menggangu umat manusia dan berusaha memasuki pikiran pikiran manusia, oleh karena itu krama secara tulus sadar memerangi mengendalikan hawa nafsu. Untuk Sarang yang dipergunakan dalam tradisi ini adalah Sarang yang sebelumnya sudah dipergunakan sebagai alas membuat jajan yang akan dihaturkan saat usaba.

“Jadi sebelum dipergunakan untuk siat atau berperang, Sarang terlebih dulu di upacarai, bersama pelengkap upacara petabuhan lainnya seperti tenge-tenge yang berisi gambar bhutakala dikumpulkan lalu dimasukkan kedalam sarang lalu di upacarai ditaruh didepan rumah, sebelum nantinya dikumpulkan lagi di Pura bale Agung untuk diberikan labaan atau sesajen persembahan sehingga energi negatif bhuta kala itu keluar dan bisa dikendalikan, kemudian disini kembali dilepas melalui Tradisi Siat Sarang,” imbuhnya. (AGP/YD)
Source : balifactualnews.com

Eh, liat ini deh. AFC Fried Chicken, Jl. Raya Puputan No.7 Renon di GoFood.
https://gofood.link/a/Kg1yhZo

   Send article as PDF