Simak Aturan Masuk Pura, Biar Nggak Salah saat Liburan di Bali

(Nusantara7.id) – Sikap wisatawan yang berlaku tak sopan di pura Bali terus saja terjadi. Supaya nggak melakukan kesalahan yang sama, pahami dulu aturan masuk pura.

Menurut Guru Besar Ilmu Pariwisata Universitas Udayana, I Gede Pitana, pura merupakan tempat ibadah dan mengutamakan izin masuk kepada orang yang hendak beribadah.

Namun bila wisatawan umum ingin masuk ke area pura, ada sejumlah aturan yang harus diketahui dan ditaati. Sebab, fungsi utama pura bukanlah sebagai lokasi wisata melainkan sebagai tempat berdoa.

Berikut aturan memasuki pura:

1. Orang yang masuk harus dalam keadaan bersih

Traveler yang akan memasuki pura tidak boleh dalam kondisi cuntaka, yaitu keadaan yang secara spiritual kotor.

“Misalnya sedang menstruasi, atau ada keluarga yang meninggal, atau dalam keadaan datang dari kuburan,” tutur Pitana.

2. Berpakaian layak

Saat traveler memasuki pura, traveler harus mengenakan pakaian yang layak. Pitana menjelaskan pakaian yang layak itu artinya yang menutup bagian-bagian yang tidak seharusnya dilihat, seperti bagian payudara, pinggul, paha, dan sebagainya.

“Yang layak itu sesuai dengan pakaian daerah setempat. Kalau misalnya kita di Bali, puranya di Bali, ya mohon lah berpakaian seperti orang Bali. Pakai kain yang perempuan maupun yang laki-laki. Tidak pakai celana pendek apalagi bikini,” ia menerangkan.

Selain itu setiap pengunjung juga harus mengenakan senteng atau selendang yang diikatkan di pinggang.

“Karena senteng itu atau selendang mempunyai makna, ketika kita ke pura, kita harus mengikat semua hal yang negatif,” ujar Pitana.

Ini juga berlaku rambut, dimana perempuan dan laki-laki yang berambut panjang juga harus mengikat rambutnya.

“Rambutnya jangan digerai tapi diikat rapi supaya tidak ada rambut yang jatuh. Lebih bagus pakai tutup kepala,” ujarnya.

3. Wisatawan masuk pura dengan pendampingan

Menurut Pitana, setiap orang yang masuk ke pura sebaiknya didampingi oleh orang yang memahami pura tersebut sebab tak semua wisatawan paham mengenai tempat yang mereka datangi.

“Kalau masuk pura itu sangat disarankan untuk mengajak atau diantar oleh guide. Kenapa demikian? Karena, pura itu benda mati. Tidak akan ada yang menarik selain arsitekturnya tetapi sebenarnya kalau kita ke pura itu jauh lebih menarik adalah interpretasinya,” katanya.

Dengan mendapatkan penjelasan dari guide, wisatawan akan lebih memahami makna dari bangunan tersebut. Misalnya, mengenai sejarah hingga filosofi di balik pura itu sendiri. Bila sudah paham, wisatawan akan menjadi lebih menghargai.

4. Memercikkan air suci ke tubuh

Di bagian luar pura, tepatnya di depan pintu masuk terdapat air suci yang harus dipercikkan ke tubuh terutama bagian kepala sebelum traveler memasuki pura.

5. Tidak bicara kotor

Di dalam pura, traveler juga harus menjaga ucapan. Pitana mengimbau agar wisatawan tak asal bicara apalagi berbicara kotor.

“Tidak boleh berbicara kotor, berbicara kasar dan sebagainya di dalam pura karena pura itu adalah tempat yang disucikan,” tuturnya.

6. Dilarang sembarangan memotret

Arsitektur pura yang unik kerap menjadi objek fotografi bagi wisatawan. Namun traveler harus ingat, pura berfungsi sebagai tempat ibadah sehingga jangan sampai kegiatan memotret yang kalian lakukan justru mengganggu kekhusyukan orang lain yang beribadah.

“Mohon jangan mengambil foto dengan menggunakan flash. Dan jangan mengambil foto dengan berdiri atau duduk dekat orang yang sedang sembahyang. Bikin jarak lah 5 meter. Kalau ingin foto ya zoom saja atau pakai kamera yang bagus,” Pitana mengimbau.

Bagi traveler yang ingin foto-foto dengan latar belakang (background) pura sebaiknya dapat berfoto di bagian luar yang tak mengganggu aktivitas peribadatan.

7. Tak boleh sembarangan menyentuh barang di pura

Sama seperti tempat ibadah lainnya, di pura juga terdapat benda-benda suci yang tak boleh sembarangan disentuh apalagi dipermainkan.

“Jangan sekali-kali menyentuh bangunan atau barang atau apapun dalam pura itu tanpa seizin dari pemilik pura atau guide yang mengantarkan. Karena kadang-kadang ada barang yang menggeletak di sebuah altar, misalnya batu tapi bagi orang lokal batu itu sangat dikeramatkan. Jangan disentuh apalagi didudukin,” Pitana menerangkan. (AGP/AR)

Sumber: detik.com

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF