Tari Rejang Pande Suci Wedana, Lahir Dari Pawisik, Ditarikan Yowana Pande

Sisi Sakral Tari Rejang Pande Suci Wedana Tihingan

Denpasar, (NS7) – Desa Tihingan, Kecamatan Banjarangkan, Klungkung merupakan daerah yang terkenal karena sentra industri gongnya. Industri gong tersebut sangat terkait dengan keberadaan warga Pande Urip Wesi di desa setempat. Selain industri gong, Warga Pande di Desa Tihingan juga memiliki kesenian sakral yang disebut tari Rejang Pande Suci Wedana.

Tari Rejang Pande Suci Wedana merupakan due (milik) dari Pura Penataran Dalem Pande Urip Wesi Tihingan. Penarinya berasal dari yowana Pande yang belum menikah, serta diiringi dengan alunan tabuh Semarandana don roras.

Kelihan Dadya Pande Urip Wesi Tihingan, I Gede Pande Yasa menuturkan awal mula kesenian ini berasal dari pawisik yang diterima jero mangku setelah pelaksanaan Karya Suci Wedana di pura setempat pada tahun 2016 silam. Dalam pawisiknya, jero mangku melihat bidadari yang elok menari-nari. Beranjak dari sana, dengan sinergi bersama pihak-pihak yang berkompeten di bidang seni, terciptalah Tari Rejang Pande Suci Wedana tersebut.

“Tari ini adalah tari sakral, hanya dipentaskan di pura kawitan, pura pajenengan atau ibu, dan sempat pula ditarikan di Besakih. Proses penciptaan tari sepenuhnya melibatkan jero mangku dan para yowana Pande di desa, prosesnya pun terbilang cukup cepat, karena kepercayaan masyarakat bahwa proses tersebut telah dibimbing Ida Bhatara Kawitan. Penata gerak pun seolah-olah berada antara kondisi sadar dan tak sadar pada saat mengembangkan tari ini,” ujar Pande Yasa

Tarian itu didominasi dengan penggunaan kostum berwarna merah, dengan aksara suci “Ang” di bagian dada. Aksara suci tersebut merupakan wujud penghormatan pada Dewa Brahma. Tari ini ditarikan oleh sembilan orang gadis dari yowana Pande sesuai dengan arah mata angin. Selain itu saat menarikannya juga diiringi oleh Panca Gita, yakni genta, tambur, gagitangendongan dan tabuh, sehingga meningkatkan vibrasi kesakralan tari tersebut.

“Kejadian unik sempat terjadi pada saat pembuatan dokumentasi tari tersebut. Kru dokumenter merekam wawancara dengan jero mangku di areal jeroan pura mengenai proses penciptaan tari tersebut, sebuah ponsel pintar milik salah seorang kru lalu diselipkan dalam saku baju jero mangku untuk memperjelas rekaman suara jero mangku,” tuturnya.

Kejadian tak terduga terjadi di tengah proses wawancara. Telepon itu berbunyi sendiri, mengalunkan suara tabuh tari rejang suci. Sontak orang-orang yang berada di lokasi kaget, lebih-lebih pemilik ponsel mengaku tidak memiliki rekaman tabuh tersebut. “Namun, tabuh dapat terputar sendiri di ponselnya, dari sanalah kami percaya bahwa Bhatara Kawitan sedang menunjukkan bukti untuk meningkatkan rasa sraddha bakti kami terhadap beliau,” katanya.

Menurutnya, ada beberapa orang yang berusaha meniru tarian ini lewat rekaman yang banyak beredar. Namun, banyak yang gagal menirunya, bahkan saat dipentaskan di tempat lain ada bagian-bagian yang hilang dan janggal. Hal tersebut disebabkan tari ini memang tidak sembarangan boleh ditarikan, sebelum memulai menarikannya pun terdapat beberapa ritus yang dilewati terlebih dahulu. Saat ini, tari Rejang Pande Suci Wedana telah mendapat pengakuan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari Kemenkum HAM RI beberapa bulan yang lalu.

Penulis: Pande putu Abdi Jaya Prawira
(GP/NS7)

   Send article as PDF