Tradisi Bakar Batok Kelapa Menjelang Idulfitri di Bengkulu

(NS7) – Tradisi tersebut dikenal dengan tradisi ‘’bakar gunung’’ atau disebut ronjok sayak. Sayak sendiri memang diartikan sebagai batok kelapa dalam bahasa batak.

Bakar gunung ini bukan diartikan sebenarnya membakar gunung, tetapi terlebih pada soal penamaan saja.

Bakar gunung ini dimaknai dengan pembakaran batok kelapa kering yang ditumpuk menjulang lebih dari satu meter seperti tusuk sate layaknya gunung menjulang tinggi.

Yang berasal dari Bengkulu, kala asap mengebul di depan rumah-rumah warga, sudah menjadi pemandangan umum.

‘’Apalagi zaman dulu belum ada listrik sebagai penerangan. Jadi pembakaran batok kelapa ini jadi penerang sebagai bentuk sukacita menyambut Idulfitri,’’ kata Sekretaris Bengkulu Heritage Society (BHS).

Konon, tradisi ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Hingga GNFI menerbitkan artikel ini, belum diketahui secara pasti sejak kapan tradisi ini dimulai.

Yang pasti, cara penyebaran agama islam di negeri ini memang selalu dilakukan dengan cara yang menyenangkan oleh para nenek moyang kita.

“Api Jagau” Sebutan Bakar Gunung Lainnya

Belakangan diketahui bahwa tradisi membakar batok kelapa ini juga disebut dengan istilah “api jagau”. Dalam bahasa Serawai api jagau diartikan sebagai api yang menjaga.

Teknis pembakaran batok kelapanya sama dengan ronjok sayak. Hanya saja tingginya lebih spesifik, yaitu harus 1,5 meter. Nantinya batok kelapa yang menjulang itu diberi nama lunjuk. Uniknya, setiap rumah hanya boleh menyalakan satu lunjuk. Alasannya, sebagai wujud perlambangan keesaan Allah SWT.

Kalau pandemi Covid-19 tidak terjadi, biasanya masyarakat juga akan berkumpul di masjid sambil membawa kuliner khas Bengkulu berupa lemang bambu dan tapai ketan hitam. Nantinya, kudapan ini dimakan bersama-sama setelah masyarakat melaksanakan shalat isya, tarawih, dan witir berjamaah.

Setelah kudapan habis, kemeriahan suka cita menyambut Idulfitri tidak akan berhenti sampai disitu. Biasanya warga juga akan menyediakan kursi-kursi di dekat lunjuk agar masyarakat bisa berkumpul bersama dan berbincang-bincang beragam hal.

Termasuk anak-anak yang memanfaatkan waktu bermain pada malam hari di luar.

Bakar Batok Kelapa di Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu

Sedikit berbeda yang dilakukan oleh masyarakat Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu. Acara pembakaran batok kelapa yang menjulang tinggi itu tidak disebut ronjok sayak, melainkan disebut nujuh likur.

Dalam bahasa lokal, nujuh likur diartikan sebagai dua puluh tujuh. Jadi, kemeriahan pembakaran batok kelapa di sana justru sudah terjadi pada malam ke-27 Ramadan. Sebagai tanda bahwa puasa tinggal tiga hari dan masyarakat akan turun dari kebun untuk mempersiapkan diri menyambut Idul Fitri.

Maksud turun dari kebun adalah pemaknaan bahwa pada jaman dahulu sebagian besar masyarakat berprofesi sebagai petani. Kala malam ke-27 Ramadan tiba, maka para warga yang berada di ladang atau kebun akan kembali ke rumah masing-masing lebih cepat dari biasanya untuk mempersiapkan diri menyemarakkan Hari Kemenangan.

Bakar Batok Kelapa Ala Masyarakat Rejang

Tradisi batok kelapa ternyata dinamai berbeda oleh masyarakat Rejang, Kabupaten Bengkulu. Praktiknya sebenarnya masih sama, hanya saja penamaannya yang berbeda, yaitu disebut Opi Malem Likua.

Masyarakat Rejang tetap akan menyalakan tumpukan batok kelapa di depan rumah setiap malam 27 Ramadan. Hanya saja tradisi ini dimaknai agak sedikit berbeda oleh masyarakat Rejang, bukan hanya untuk menyambut sukacita Idulfitri.

Kepercayaan masyarakat Rejang pada malam 27 Ramadan merupakan kembalinya arwah keluarga yang sudah meninggal dan arwah tersebut ingin menengok keluarganya.

Pembakaran batok kelapa itu menjadi penanda agar arwah tidak tersesat. Jika tersesat, maka arwah leluhur tersebut dipercaya tidak akan tenteram karena tidak bisa menemui keluarganya.

Kepulan asap dari hasil pembakaran batok kelapa itu memang semakin menambah kesan magis di langit Bengkulu. Suasana ini juga menjadi ciri khas keeksotisan warga Bengkulu. (Yd).

Sumber : goodnewsfromindonesia.id

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF