Tradisi Mbed-Mbedan, Sebagai Penghormatan

Pulau Bali memang tidak pernah terlepas akan yang namanya tradisi dan budaya yang dimilikinya. Tradisi dan budaya tersebut adalah sebuah warisan leluhur, yang memiliki makna dan tujuan tertentu. Tradisi juga berhubungan dengan ritual yang acapkali digelar dalam rentetan upacara adat ataupun hari suci Agama Hindu, seperti hari raya Nyepi san Ngembak Geni. Dalam sebuah tradisi digelar, warga yakin dan percaya bahwa mereka wajib untuk menjaga dan melaksanakannya agar tercipta ketenteraman antara bhuana agung dan bhuana alit. Selain itu ada pula tradisi yang dipercayai sebagai penghormatan orang suci yang berjasa di kala itu, tradisi tersebut adalah Tradisi Mbed-mbedan.

Tradisi Mbed-mbedan digelar di desa adat Semate, Kelurahan Abian Base, Kecamatan, Mengwi, Kabupaten Badung. Mbed-mbedan tersebut seperti permainan tarik tambang, tradisi ini umurnya tergolong sudah cukup tua, sudah ada sekitar tahun 1474 masehi (tahun saka 1396). Namun perayaan Tradisi Mebd-Mbedan ini sempat tidak dilaksanakan atau sempat vacum selama 10 tahun. Menurut penglingsir (tetua) Desa Adat Semate, perayaan Tradisi Mbed-mbedan ini pertama kali digelar pada saat melakukan upacara melaspas yang saat itu baru saja didirikan Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Semate.

Tradisi Mbed-mbedan tersebut sempat lenyap dan tidak digelar selama 10 tahun, tahun 2011 Tradisi Mbed-mbedan ini mulai dibangkitkan kembali oleh penduduk Desa Semate. Sekarang tradisi ini selalu digelar bertepatan pada pinanggal 1, sasih kedasa atau sehari sesudah perayaan Nyepi yang dikenal dengan ngembak Geni. Menurut mereka Tradisi Mbed-mbedan memiliki makna yang mendalam, mereka percaya, apabila tradisi tersebut selalu bisa digelar setiap satu tahun sekali pada hari Ngembak Geni, warga yakin dengan menggelar tradisi tersebut maka keselamatan dan anugerah dari Ida Sang Hyang Widhi wasa dan menghampiri mereka.

Untuk membangkitkan Tradisi Mbed-mbedan tidak sembarangan, para tokoh masyarakat sebelumnya melaksanakan suatu penelusuran dengan bersumber dari sejarah Desa adat Semate hingga ke ahli lontar di Munggu dan akhirnya selama 6 tahun melakukan penelusuran, asal-usul Desa Semate pun ditemukan di salah satu kitab yaitu Kitab Raja Purana. Dengan mengaitkan apa saja yang terjadi saat Desa semate dibentuk, maka dibangkitkan kembali Tradisi Mbed-mbedan yang sudah sempat tidak terlaksanakan selama 10 tahun lamanya, dengan tujuan sebagai penghormatan orang suci yang berjasa atas keberadaan desa Semate tersebut.

Sejarah Tradisi Mbed-Mbedan

Dalam kutipan sejarah desa Semate dikisahkan seorang rsi yang terkenal bernama Rsi Mpu Bantas sedang melakukan perjalanan suci, dalam perjalanannya bertemu sebuah hutan yang terkenal angker, hutan belantara tersebut banyak pohon kayu putih. Saat berada di dalam hutan, tanpa sengaja Rsi Mpu Bantas bertemu dengan keturanan-keturunan dari Mpu Gnijaya, lalu beliau pun bertanya kepada mereka, mengapa mereka bisa berada di hutan yang angker yang banyak ditumbuhi kayu putih tersebut.

Keturunan Mpu Gnijaya pun menjawabnya, alasan mereka berada di hutan bleantara dan angker tersebut karena mereka tidak sependapat dengan tindakan yang dibuat oleh rajanya, yang melakukan upaya pembunuhan. Untuk itulah para keturunan Mpu Gnijaya tersebut bertekad untuk menetap di sini sampai keturunanya. Karena Rsi Mpu Bantas mengetahui hutan ini angker, maka dari itu beliau pun meminta kepada keturanan Mpu Gnijaya yang berada di hutan tersebut untuk membuat tempat pemujaan agar mereka semua selamat berada di dalam hutan tersebut. Keturunan Mpu Gnijaya pun segera membuat tempat pemujaan.

Setelah tempat pemujaan tesebut berdiri, para keturunan dari Mpu Gnijaya pun berkumpul dan segera menentukan nama yang cocok dari pura tersebut. Namun dalam penentuan pura tersebut berjalan dengan tidak lancar dan warga desa saling tarik ulur dalam pemberian nama tersebut. Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan, maka akhirnya Rsi Mpu Bantas yang memberikan nama pura tersebut, dengan nama Pura Putih Semate. Dengan terjadinya tarik ulur dalam pengambilan pendapat, maka sejak saat itu cikal bakal dari Tradisi Mbed-mbedan ini dilahirkan.

Pura tersebut diberi nama “Putih Semate”, karena letak pura tersebut di kelilingi dengan kayu-kayu yang tumbuh berwarna putih dan kata semate memiliki arti sebagai bentuk bersatunya (sehidup-semati) keturunan Mpu Gnijaya yang  tidak mau tunduk dengan orang lain, termasuk rajanya sendiri. Selain itu Tradisi Mbed-mbedan Jika diartikan dalam bahasa indonesia kata mbed-mbean memiliki arti saling tarik yang diperoleh dari pengambilan keputusan untuk penamaan pura tersebut. Tradisi Mbed-mbedan juga bertujuan untuk menghormati Rsi Mpu Bantas yang saat itu meminta mereka membuat suatu tempat pemujaan.

Bukan tali tambang yang nantinya mereka tarik tapi tanaman yang tumbuh menjalar di setra Desa Semate yang mana lebih dikenal dengan bun kalot. Tradisi Mbed-mbedan ini dapat diikuti oleh seluruh kalangan yang nantinya akan dibagi menjadi beberapa kelompok. Sebelum dimulainya Tradisi tersebut warga melakukan persembahyangan terlebih dahulu dan membawa sarana tipat bantal yang nantinya akan dipersembahkan untuk Ida Bhatara. Uniknya lagi saat berlangsungnya tarik menarik, ada petugas yang ditugaskan untuk menggelitikan peserta yang nantinya akan membuat Tradisi ini semakin seru.

Sumber : https://www.balitoursclub.net/tradisi-mbed-mbedan/

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF