TRADISI MEEPED DI SUKAWATI BALI

Gianyar, (NS7) – Bagi wisatawan asing maupun lokal yang pernah berkunjung ke Bali, tentunya Desa Sukawati sudah tidak asing lagi bagi mereka. Desa yang terkenal Memiliki pusat perbelanjaan oleh-oleh khas Bali juga menjual beragam kerajinan tangan yang menjadi tujuan tour wajib selama di Bali.

Selain populer karena Pasar Sukawati sebagai pusat oleh-oleh, desa adat ini memiliki warisan budaya dan tradisi unik dan menarik yaitu Tradisi Mepeed. Di Bali tidak semua desa menggelar tradisi atau ritual tersebut, namun demikian Mepeed tentunya bukan sesuatu hal baru lagi.

Desa Sukawati sendiri berada dalam wilayah kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Bali. Mepeed yang digelar di Sukawati ini adalah salah satu bagian warisan budaya dan tradisi unik dari leluhur yang masih bertahan sampai saat ini di Bali.

Sebagai tujuan wisata tentunya menambah daya tarik kawasan Sukawati,  dan Bali pada umumnya, sehingga memantapkan Bali sebagai destinasi wisata dunia yang wajib dikunjungi. Budaya dan tradisi yang dimiliki Bali memang berkaitan dengan kegiatan ritual ataupun prosesi upacara agama, sehingga Bali bisa memiliki taksu atau karisma di mata para pelancong.

Di Bali sendiri, tradisi mepeed sudah tidak asing lagi dan digelar di sejumlah tempat, seperti diketahui biasanya mepeed adalah parade yang diikuti oleh para perempuan Bali, mereka berjalan dalam satu baris ke belakang dengan mengusung sebuah gebogan yaitu sebuah sesajian (banten upakara) dengan rangkaian buah dan jajanan tradisional Bali yang diatur bersusun (bertingkat) berikut hiasan dari rangkaian janur, tingginya bisa mencapai hingga 1 meter.

Namun berbeda ketika saat anda menyaksikan mepeed di Sukawati yang digelar setiap enam bulan sekali ini, mereka di rias menggunakan busana pakaian atau payas agung yang dipadukan dengan pakem busana desa adat setempat.

Para peserta saat tradisi Mepeed di Sukawati tidak mengusung gebogan seperti pada umumnya, dan juga tidak terbatas pada kaun ibu saja, ratusan warga yang ikut dalam ritual mepeed tersebut diikuti oleh semua kalangan, baik itu laki-laki maupun perempuan mulai dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan lansia, merekapun secara antusias berjalanan kaki beriringan atau berparade mulai dari pura Dalem Sukawati hingga sampai Pura Beji Cengcengan yang merupakan wilayah perbatasan desa Sukawati dengan wilayah desa Guwang.

Para peserta dirias dengan pakaian tradisional Bali model payas Agung, walupun sekarang berkembang jenis pakaian payas agung modifikasi, namun mereka tetap bertahan dengan pakaian tradisonal dengan pakem khas Sukawati.

Jika anda ingin menyaksikan Tradisi Mepeed di Sukawati tentunya harus pada waktu yang tepat karena ritual tersebut hanya digelar setiap 6 bulan sekali, dan dalam rangkaian pujawali atau piodalan di Pura Dalem Gede Sukawati yang jatuh setiap Anggara Kliwon, wuku Tambir (kalender Bali) anda bisa menanyakan juga kepada tour guide atau agen perjalanan anda, karena dalam kalender masehi setiap tahunnya, tradisi tersebut tidak jatuh pada waktu ataupun tanggal yang sama. Bagi wisatawan yang ingin lebih dekat dengan budaya Bali atau mereka yang hobi fotografi tentu momen istimewa tersebut tidak bisa dilewatkan begitu saja.

Upacara Pujawali di Pura Dalem Gede Sukawati nyejer (digelar) dalam waktu selama empat hari berturut-turut dan selama 4 hari lamanya juga Tradisi Mepeed akan terus dilaksanakan oleh penduduk Desa Sukawati. Pada pagi hingga siang akan diadakan gelar pujawali di Pura Dalem Gede Sukawati dan pada menjelang sore hari krama banjar yang termasuk ke dalam Desa Sukawati yang mendapat giliran mepeed akan bersiap-siap dengan tubuh yang dibalut parade payas agung untuk memulai tradisi ini.

Desa adat Sukawati terbagi kedalam 12 banjar,  dan akan dibagi menjadi empat kelompok, sehingga masing-masing kelompok terdiri dari 3 banjar. Pembagian menjadi 4 kelompok ini supaya penduduk Desa Sukawati yang ingin ngayah (menjadi peserta mepeed) terbagi dengan rata, mereka dikenal sebagai krama Penyatusan yang terbagi 4 diantaranya satusan Tebuana, satusan Palak, satusan Telabah, satusan Gelumpang. Maka setiap harinya pengayah atau peserta mepeed terdiri dari orang-orang yang berasal dari banjar yang berbeda. Para pengayah Tradisi mepeed ini pun dapat dari kalangan apa saja dari anak-anak hingga lansia dapat ikut serta dalam meramaikan tradisi ini, dengan demikian para pengayah Tradisi Mepeed ini tidak pernah dalam jumlah sedikit.

Menurut penduduk setempat yang sudah pernah terlibat dalam Tradisi Mepeed, pada saat berlangsungnya tradisi ini mereka selalu merasakan kegembiraan karena menurut mereka Tradisi Mepeed ini merupakan bentuk sujud bhakti kepada Hyang Widhi atas segala sesuatu yang diberikan beliau kepada Desa Sukawati dan untuk mempertahankan busana adat bali dengan pakem Desa Sukawati. Selain itu dalam rangkaian upacara pujawali Pura Dalem Gede Sukawati, tradisi Mepeed ini bertujuan untuk nunas toya (air suci) ke Beji Cengengan untuk digunakan pada saat berlangsungnya pujawali.

Tradisi Mepeed ini berciri khas lelengisan yang memiliki arti kesederhanaan. Walaupun dalam ini terlihat megah karena menggunakan parade payas agung namun unsur kesederhanaan dari Tradisi Mepeed ini tidak boleh dihilangkan, seperti ciri khas kancut belakang untuk pengayah putri. Di jaman sekarang pernah terjadi modifikasi terhadap busana yang digunakan pada saat Meeped, menyebabkan banyak peserta meeped yang meninggalkan unsur kesederhanaan, untuk membatasi hal itu agar tidak meluas, maka warga desa Sukawati tetap menggunakan busana yang benar dan itu bisa disaksikan saat Tradisi Mepeed berlangsung.

Terlihat barisan indah dengan busana payas agung membuat yang menyaksikanya terkagum-kagum, apalagi wisatawan yang jarang menemukan suguhan budaya seperti ini. Barisan terdepan diawali dengan pemuda yang membawa artibut lelontekan, tedung dan sarana lain. Selanjutnya diikuti dengan ibu-ibu yang membawa perlengkapan untuk nyaba beserta pemangku yang akan mengambil air suci setelahnya baru pengayah anak-anak hingga lansia yang sudah mepayas agung, biasanya diurut dengan rendah ke tinggi atau dari anak-anak hingga dewasa. Tradisi Mepeed juga diiringi dengan baleganjur yang berada pada barisan paling belakang.

Para pengayah yang ikut dalam Tradisi Mepeed harus berjalan dengan jarak kurang lebih 1,5 km dengan tidak menggunakan alas kaki baik sandal maupun sepatu. Dimulainya perjalanan dari Pura Dalem Gede Sukawati yang mana pada saat perjalanan akan melewati pusat pembelanjaan yang terkenal di Desa Sukawati yaitu Pasar Sukawati. Banyak orang-orang yang berbelanja disana terutama wisatawan yang pertama kali menjumpai tradisi ini merasa terpukau melihatnya dan mereka tidak lupa untuk mengabadikan momen dengan cara berfoto dengan para pengayah.

Setelah berjalan dengan jarak kurang lebih 1,5 km para pengayah sampailah di tujuan yaitu di Pura Beji Cengceng untuk nunas tirta (air suci) yang nantinya akan digunakan pada saat upacara pujawali. Setelah pengambilan air suci selesai akan dilanjutkan untuk kembali ke Pura dalem Gede Sukawati. Walaupun berjalan tanpa menggunakan alas kaki tidak membuat para pengayah mengeluh dalam prosesi Tradisi Mepeed ini.

Setelah para pengayah sampai pura, ibu-ibu yang sudah mendapat bagian untuk ngayah nari akan segera bersiap-siap. Tarian permas adalah tarian yang biasanya mereka tarikan dan selama 4 hari saat upacara pujawali di pura Dalem Gede Sukawati dilangsungkan. Penduduk setempat yakin, dengan melaksanakan Tradisi Mepeed ini prosesi upacara pujawali akan berjalan dengan lancar dan mereka yakin nantinya akan datang keberkahan untuk mereka.

Sumber : balitoursclub.com
(GC)

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF