Gianyar, (NS7) – Sebagai tujuan wisata dunia, daya tarik Bali tidak hanya terbatas pada objek wisatanya saja, tetapi juga budaya dan tradisi unik yang merupakan warisan masa lampau bisa menjadi atraksi menarik perhatian para wisatawan, termasuk juga kebiasaan masyarakat Bali yang ramah menambah kenyamanan para pelancong yang liburan ke Bali. Dan salah satu atraksi yang juga menjadi daya tarik wisata di Bali adalah Mepantigan. Mungkin sudah banyak yang tahu akan keberadaan Mepantigan karena pernah diliput oleh media lokal dan ditayangkan di televisi, termasuk juga media elektronik dan internet, sehingga anda bisa dengan mudah mendapatkan informasi tentang Mepantigan tersebut.
Mepantigan adalah salah satu tradisi atau atraksi seni bela diri tradisional di Bali yang masih bertahan sampai sekarang, anda bisa menemukan tradisi Mepantigan ini di kawasan Batubulan dan Ubud. Desa batubulan terletak di Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, dikenal dengan pengrajin patung batu padas dan pemnetasan tari Barong. Sedangkan Ubud memang kaya dengan alam persawahan dan menjadi salah satu pusat pariwisata Bali. Banyak dikunjungi wisatawan, di kawasan ini terkenal dengan keindahan alam sawah terasering dalam nuansa alam pedesaan, pementasan budaya dan hasil karya seni yang sudah mendunia.
Jika diartikan dalam bahasa Bali, Mepantigan memiliki makna saling membanting, dan uniknya tradisi Mepantigan ini dilakukan dalam lumpur, peserta bertanding satu lawan satu dengan cara membanting lawan, kemudian bergulat dan mengunci lawan, tidak hanya sekedar keberanian, memang diperlukan teknik agar bisa membanting lawan di lumpur, sehingga terlihat layaknya gulat lumpur, mereka bergumul dan saling banting di lumpur. Mepantigan memiliki sedikit kemiripan dengan pencak silat, namun dalam tradisi Mepantigan tersebut lebih banyak menunjukan gerak kunci dan gerakan membanting untuk menaklukkan lawan. Tradisi ini juga dipadukan dengan budaya Bali tradisional sehingga Mepantigan ini dimasukkan ke dalam kategori salah satu tradisi yang dimiliki Bali.
Setiap tradisi yang digelar di Bali memiliki tujuannya tersendiri, sama halnya dengan Tradisi Mepantigan ini yang bertujuan untuk meredakan aksi kekerasan yang terjadi di Bali. Karena saat Tradisi Mepantigan ini digelar para pemain diajarkan untuk merasa belas kasihan serta memiliki rasa hormat terhadap lawan mereka. Tradisi Mepantigan ini dapat diperankan oleh penduduk setempat ataupun wisatawan asing maupun lokal yang ingin berpartisipasi untuk memeriahkan tradisi ini.
Tradisi Mepantigan sebenarnya bisa dilakukan di mana saja, namun harus berlokasi aman bagi para pemain yang melakukan pertandingan, maka areal persawahanlah yang cocok untuk menggelar tradisi ini atau tempat khusus yang berlumpur. Di Ubud Tradisi Mepantigan dilakukan di areal persawahan, karena memang daerah Ubud banyak memiliki persawahan yang masih terbentang luas. Sehingga membuat Ubud sering menggelar Tradisi ini setiap tahunnya, bahkan dulunya ada hotel yang mengkhususkan untuk menggelar tradisi ini seminggu sekali yaitu di Hotel Arma Ubud, namun sekarang tidak lagi.
Untuk Mepantigan tersebut sekarang bisa anda temukan di Batubulan digelar di Pondok Mepantigan Bali, di Banjar Tubuh, Batubulan, Gianyar. Mepantigan di sini tidak digelar setiap hari, pertunjukan atau atraksi tersebut digelar sesuai permintaan, wisatawan tidak hanya bisa menyaksikan saja atraksi Mepantigan tersebut tetapi ikut sebagai peserta, termasuk juga belajar menari, wisata naik kuda di lumpur, menikmati pergelaran seni dalam lumpur dan termasuk juga menikmati kopi, bersantap dan banyak lagi di Pondok Mepantigan.
Dalam berlatih dan tanding sungguhan para peserta menggunakan pakaian yang berbeda-beda. Pada saat latihan peserta menggunakan pakaian merah putih atau kain batik yang merupakan ciri khas dari bangsa Indonesia. Saat bertanding sungguhan mereka menggunakan celana yang dililit dengan kain seperti kamen (kain) kancut dan menggunakan ikat kain di kepala yang disebut udeng, dengan pakaian tradisional seperti itu membuat Tradisi Mempatigan ini memang sangat melekat dengan budaya Bali, peserta Tradisi ini lebih di dominasi oleh kaum laki-laki atau pria.
Tradisi mepantigan diperankan oleh dua orang yang mana mereka memulai pertandingannya di areal sawah atau pantai. Saat pertandingan berlangsung ada wasit yang mengawasi dan ada juga juri yang duduk diluar arena pertandingan. Tradisi mepantigan dapat dimainkan dalam 1 pertandingan dalam 2 ronde yang mana 1 ronde menghabiskan waktu tiga menit. Uniknya dalam pertandingan ini, alat pengukur waktu yang digunakan terbuat dari bambu yang terisi air, yang mana jika bambu di air tersebut habis, maka pertandingan pun dapat dihentikan.
Awal penemuan tradisi Mepantigan ini, yaitu pada tahun 1930-an, seorang pemain taekwondo hebat yang bernama I Putu Winset Widjaya sering bergaul dan berlatih tanding dengan pendekar tua di Bali yang menguasai teknik pencak silat. I Putu Winset pun terkagum-kagum melihat pendekar tua yang menggunakan serangan yang mematikan dan dapat membahayakan lawan mereka. Setelah itu, orang yang akrab di sapa pak putu ini terinspirasi untuk memadukan pencak Bali ini dengan bela diri lain sehingga menghasilkan Tradisi Mepantigan yang sampai sekarang masih bisa kita temukan.
Selain menciptakan Tradisi Mepantigan I putu Winset Widjaya juga menemukan alat pengkur waktu yang unik digunakan saat Tradisi Mepantigan ini digelar. Dalam berlangsungnya pertandingan, tradisi ini diiringi gambelan baleganjur yang membuat para petanding lebih semangat dalam menggelar tradisi mepantigan ini. Sebelum dan sesudah memulai pertandingannya, para peserta melakukan penghormatan ke hadapan patung Dwi
sebagai salah satu Tradisi yang sekarang masih bertahan, Mepatigan juga dimasukan kedalam ajang kompetisi kelas dunia pada tahun 2010, Tradisi Mepantigan ini diikuti oleh lima Negara luar yang ikut berpartisipasi, yaitu : Denmark, Korea Selatan, Jepang, Belanda dan Swedia. Dijadikan sebagai pertandingan kompetisi kelas dunia membuat masyarakat Bali bangga memiliki Tradisi Mepantigan ini dan berharap agar para penerus bangsa dapat mempertahankan tradisi ini dan diharapakan Tradisi mepantigan dapat membantu penduduk Bali untuk menarik wisatawan. Diharapkan tradisi ini terus dilestarikan dan bisa bertahan, dan menjadi atraksi wisata yang bisa dinikmati oleh wisatawan.
Sumber : balitoursclub.net
(GC)