TRADISI NYAKAN DIWANG DI BULELENG

Buleleng, (NS7) – Bali selain memiliki banyak tempat wisata cantik, tetapi juga identik akan sesuatu hal yang unik, termasuk juga berbagai jenis kerajinan tangan yang menjadi ciri khas sebagai kerajinan Bali yang menjadi daya tarik sendiri sebagai keperluan oleh-oleh khas Bali. Yang cukup menarik lagi adalah atraksi budayanya dalam balutan tradisi unik dan menarik, seperti salah satunya tradisinya yang bertahan sampai saat ini yaitu Nyakan Diwang atau masak di luar rumah. Tentu akan menjadi pemandangan menarik ketika anda menyaksikan warga memasak dengan kayu bakar di luar pekarangan rumah.

Budaya dan tradisi yang masih bertahan sampai sekarang ini seperti Nyakan Diwang tentunya adalah sebuah tradisi masa lalu yang diwariskan oleh leluhur dan itu masih digelar sampai saat ini, tentu ini butuh kesadaran warga terutama generasi muda yang rentan dengan perubahan ataupun transisi jaman, tetap konsisten melestarikan tradisi tersebut sehingga masih bisa bertahan sampai saat ini. Dan sebagai tujuan wisata, tentu berbagai tradisi tersebut termasuk juga Nyakan Diwang akan menjadi atraksi menarik yang mungkin bisa dinikmati oleh wisatawan.

Nyakan Diwang tersebut adalah sebuah tradisi unik yang dilakukan oleh sejumlah masyarakat di Kabupaten Buleleng, yaitu di Kecamatan Banjar. Nyakan Diwang atau masuk di luar pekarangan rumah tersebut dilakukan serentak di beberapa buah desa di kecamatan Banjar yaitu diantaranya Desa Banyusri, Desa Banjar, Desa Dencarik, Desa Kayu Putih, Banyuatis dan sejumlah desa lainnya. Tradisi Nyakan Diwang tersebut berhubungan dengan perayaan hari Raya Nyepi, terutama saat perayaan Ngembak Gni. Di Bali sendiri banyak tradisi unik yang digelar saat perayaan Ngembak Gni seperti mebuug-buugan di Kedonganan, Nyakan diwang di Buleleng dan Omed-omedan di Denpasar. Ketiga tradisi tersebut mempunyai tujuan yang sama yaitu untuk mengucapkan rasa syukur mereka dengan cara dan keyakinan yang berbeda-beda.

Desa Banjar sebagai salah satu tempat digelarnya Nyakan diwang atau memasak diluar rumah, melibatkan penduduk Desa Banjar, mulai dari anak- anak hingga lansia ikut berpartisipasi dalam menggelar Tradisi Nyakan Diwang. Tradisi tersebut jatuh tepat sehari setelah perayaan hari raya Nyepi. Tradisi ini tidak terikat oleh sanksi adat jika tidak ikut serta dalam pelaksanaanya. Namun penduduk Desa Banjar tetap antusias dan sangat senang apabila bisa tetap merayakan tradisi yang istimewa bagi mereka.

Seperti pada biasanya perayaan Ngembak Gni boleh terlaksanakan tepat setelah pukul 06.00 pagi dini hari, yang mana sebelumnya semua aktifitas warga terhenti sementara termasuk jalanan ditutup dan tidak ada kendaraan yang melintas, kecuali dalam keadaan gawat darurat. Perayaan Nyepi sendiri berkaitan dengan catur brata penyepian, tidak boleh bekerja, tidak boleh bepergian, tidak boleh menyalakan api dan tidak boleh bersenang-senang. Namun dikhususkan untuk warga desa yang merayakan tradisi Nyakan Diwang dan salah satunya desa Banjar, mereka mulai buka dan diperbolehkan merayakan tradisi tersebut mulai pukul 03.00 pagi dini hari.

Tradisi Nyakan Diwang yang dimulai dari pukul 03.00 sampai 07.00 dini hari ini memang agak susah untuk anda jumpai, apalagi anda berada di luar wilayah Kecamatan Banjar, kecuali jika anda menginap di kawasan ini. Karena Ngembak Gni sendiri baru pukul 06.00 dan sebelumnya masih berlangsung Hari Raya Nyepi, tidak boleh ada kendaraan yang melintas yang menyebabkan tradisi ini tidak dapat dinikmati atau disaksikan oleh wisatawan asing maupun warga lokal Bali, kecuali wisatawan atau anda ikut bermalam di rumah warga Desa Banjar dan sekalian bisa ikut merasakan perayaan hari raya Nyepi ala Desa Banjar.

Menurut warga desa setempat tradisi Nyakan Diwang ini bertujuan untuk membersihkan dan menyucikan lingkungan rumah dan dapur serta tradisi ini merupakan wujud dari peningkatan proses menyama braya atau menjalin hubungan persaudaraan antar sesama. Selain itu jika diartikan secara filosofis Tradisi Nyakan Diwang atau memasak diluar rumah memiliki arti sebagai rasa wujud syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena sehari sebelumnya masyarakat hindu dapat menjalankan catur brata penyepian.

Dengan dibunyikan kulkul atau kentongan ini bertandakan Tradisi Nyakan Diwang sudah dapat dimulai. Alat dan bahan yang digunakan pun masih bernuansa jaman dulu, seperti menggunakan tungku api yang berbahan dasar batu atau batako dan memerlukan kayu bakar untuk menghidupkan api. Dalam proses perayaan tradisi Nyakan Diwang pihak pemerintah juga mewajibkan penduduk Desa Banjar agar membuat tungku api dari bahan batu atau batako. Dengan hal tersebut membuat penduduk Desa Banjar dapat merasakan jaman nenek moyang kita yang belum adanya kompor atau alat modern untuk memasak. Ini tradisi yang memang unik di kawasan Bali Utara.

Pada saat tradisi Nyakan Diwang ini berlangsung sepanjang jalan Desa Banjar akan dipadati oleh penduduk Desa Banjar yang antusias dalam merayakan tradisi ini, biasanya area depan pintu masuk rumah mereka dijadikan sasaran untuk proses masak-memasak. Anggota keluarga yang tidak ikut dalam proses memasak, biasanya mereka membuka tikar mereka didepan rumah serta duduk dengan ditemani kopi hangat sambil bertegur sapa dengan tetangga yang berada di sekitarnya. Ada pula yang saling berkunjung dan saling bersenda gurau.

Walaupun waktu pelaksanaan dini hari, bagi penduduk Desa Banjar ini bukan menjadi penghalang untuk tetap menggelar tradisi ini. Penduduk Desa yang merantau biasanya pada saat menjelang perayaan hari raya Nyepi, mereka berbondong-bondong kembali ke desanya dan mereka dapat ikut memeriahkan tradisi Nyakan Diwang atau memasak diluar rumah. Masakan yang berbahan dasar beras ini menjadi santapan mereka setelah proses masak-memasak selesai. Dengan adanya kunjungan ke rumah-rumah tetangga terdekat dapat meningkatkan tali persaudaraan mereka atau menyame braya, sehingga mereka bisa lebih mengenal antara warga dan terjadi keharmonisan dalam hidup bermasyarakat.

Sumber : balitoursclub.net
(GC)

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF