(NS7) – Di Desa Suwat, Gianyar ini memang memiliki cara berbeda dalam menyambut hari baru di setiap tahunnya. Tradisi yang merupakan warisan para leluhur mereka ini, memang wajib untuk digelar. Digelar setiap hari pertama pada awal tahun membuat Tradisi Perang Air memiliki daya tarik tersendiri bagi wisatawan asing maupun lokal yang ingin berlibur ke pulau dewata. selain wisatawan dapat menikmati keindahan alam kawasan Kabupaten Gianyar, mereka juga dapat melihat secara langsung bagaimana keunikan budaya setempat, prosesi dari tradisi itu di gelar, bahkan mereka bisa ikut berpartisipasi di dalam tradisi Perang Air atau Siat Yeh.
Biasanya sebuah tradisi atau ritual di Bali lebih banyak digelar saat pergantian tahun Baru Saka yang bertepatan dengan rangkaian perayaan Nyepi, seperti juga sebuah tradisi Perang Air atau Siat Yeh yang digelar di desa Jimbaran Badung, digelar setelah perayaan hari Raya Nyepi. Tetapi tradisi Perang Air di desa Suwat Gianyar ini digelar setiap pergantian tahun Baru Masehi, sehingga setiap tanggal 1 Januari anda bisa menyaksikan bahkan bisa terlibat langsung untuk ikut merayakan tradisi tersebut. Jika anda seorang wartawan atau photographer carilah posisi aman saat mengambil gambar karena bisa saja disiram langsung, bukan menandakan mereka kesal tapi menunjukan rasa kebahagian mereka agar semua ikut merasakannya dan bersama-sama ikut membersihkan dirinya.
Perang Air atau Siat Yeh di Gianyar adalah salah satu tradisi unik yang dipercayai sebagai bentuk pembersihan diri dari hal-hal negatif yang sudah terjadi pada tahun sebelumnya agar di tahun yang baru ini diharapkan tidak menimpa mereka lagi. Menurut mereka di awal tahun yang baru wajib bagi mereka untuk melakukan pembersihan pada alam sekitar dan diri sendiri agar pengaruh negatif yang ada di lingkungan sekitar ataupun di dalam diri kita sendiri dapat segera dimusnahkan agar dapat menjadi kepribadian yang lebih baik lagi dari tahun sebelumnya.
Selain sebagai simbol untuk membersihkan diri dan lingkungan sekitar, konon dalam sejarahnya di desa Suwat, kabupaten Gianyar terdapat sumber mata air yang dipercayai sebagai obat dari segala macam penyakit dan air konsumsi utama para raja-raja pada zaman kerajaan. Untuk menghormati sumber mata air tersebut maka penduduk Desa Suwat mewajibkan untuk menggelar Tradisi Perang Yeh ini, agar sumber mata air yang ada di desa mereka terus mengalir, karena perlu kita sadari air adalah komponen penting di dalam kehidupan manusia yang mesti kita jaga.
Walaupun tidak ada sanksi yang mengikat jika tidak ikut berpartisipasi dalam tradisi tradisi ini, para pengayah atau peserta tradisi Perang Air atau siat Yeh di Gianyar ini tidak pernah sedikit, bahkan setiap tahunnya ada saja peningkatan dari jumlah para pengayah (peserta). Salah satu hal yang membuat penduduk Desa Suwat sangat antusias adalah kesederhanaan dari tradisi Perang Air, para pengayah hanya perlu membawa timba atau gayung air untuk bisa ikut bergabung dalam tradisi tersebut, pakaian yang digunakan pun sangat sederhana, untuk yang laki-laki menggunakan kain tanpa pakaian dan perempuan menggunakan pakaian lengkap balutan kain.
jika dilihat secara langsung Tradisi Perang Air di Gianyar ini akan diikuti oleh penduduk Desa baik laki ataupun perempuan, dari anak kecil hingga orang tua pun ikut bergabung. Bagi bayi maupun lansia yang tidak bisa secara langsung terjun ke lokasi digelarnya tradisi Perang Air, nanti setelah selesai digelarnya tradisi ini pihak keluarga akan membawakan mereka air yang akan digunakan untuk basuhan, konon agar semua penduduk Desa Suwat semuanya dapat dibersihkan dengan air yang mereka anggap suci maka dari itu pihak keluarga senantiasa membawa air setelah selesai digelarnya tradisi tersebut.
Sebelum memulai Tradisi Perang Air atau Siat Yeh, biasanya penduduk Desa Suwet, Gianyar akan menggelar persembahyangan bersama di catus pata Desa Pekraman adat Suwat. Dalam menggelar persembahyangan ini akan dipimpin oleh lima orang Jro Mangku. Kelima Jro mangku yang akan memimpin persembahyangan ini akan duduk menghadap empat arah mata angin dan satu orang diantara kelimanya akan duduk ditengah. Semua penduduk Desa Suwat sangat khusyuk dalam melakukan persembahyangan yang dipimpin oleh lima Jro Mangku Desa adat Suwet.
Dalam persembahyangannya Penduduk Desa Suwet memohon restu k ehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasinya sebagai wujud Dewa Wisnu, yang mana Dewa Wisnu disimbolkan dengan air dalam kehidupan nyata. Setelah itu, akan dilakukan penyiraman yang mana pengayah atau peserta yang akan terlibat dalam tradisi ini akan diguyur dengan air kembang oleh para pinandita Desa Suwat, setelah itu para peserta akan dibagi menjadi dua kelompok, agar dalam Tradisi Perang Yeh ini memudahkan para peserta untuk mengetahui mana kawan ataupun lawan.
Selain itu, ada juga fragmen tari yang disebut dengan We Amerta yang ditarikan dengan harmonis dan senada. Secara etimologi, tarian We Amerta dibagi menjadi 2 kata yaitu We yang berarti mengalir dan Amerta yang berarti air kehidupan. Jika di artikan secara keseluruhan We Amerta berarti air yang ada didalam kehidupan manusia agar senantiasa mengalir, karena air salah satu komponen yang memiliki fungsi yang vital. Penduduk Desa Suwet Gianyar juga berharap, agar di tahun yang baru ini mereka memiliki semangat baru dalam menjalani kehidupan di duniawi.
Sumber : https://www.balitoursclub.net/tradisi-perang-air-di-gianyar/