Kurikulum Prototipe jadi Kurikulum Nasional Vs K-13, Mana Terbaik?

(NS7) – Kurikulum prototipe akan resmi digunakan sebagai kurikulum nasional pada 2024 mendatang. Kurikulum baru ini sekarang sudah diberlakukan secara terbatas pada ribuan sekolah melalui program Sekolah Penggerak.
Sebagaimana dikutip dengan izin dari unggahan media sosial Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek Anindito Aditomo, dirinya menyebutkan, kurikulum 2013 (K-13) akan digantikan setelah 11 tahun.

“K-13 melewati setidaknya empat menteri pendidikan (M. Nuh, Anies Baswedan, Muhadjir Effendy, dan Nadiem Makarim). Ini waktu yang cukup untuk menetapkan pergantian kurikulum,” kata pria yang disapa Nino tersebut, dikutip Minggu (09/01/2022).

Perihal K-13 yang akan digantikan ini, penulis sekaligus pengamat pendidikan Bukik Setiawan mengatakan dirinya mendapat banyak keluhan, baik dari orang tua maupun guru mengenai kurikulum 2013 tersebut.

K-13 Berat, Kaku, dan Punya Cela Kesinambungan
“Keluhan mereka setidaknya bisa dikategorikan menjadi 3 kategori: pelajaran yang terlalu berat, batasan yang terlalu kaku dan kesinambungan antar jenjang terutama antara PAUD dan SD,” jelas Bukik menanggapi wartawan pada Minggu (09/01/2022).

Sebaliknya, kurikulum prototipe membawa solusi atas keluhan orang tua dan guru. Solusi tersebut seperti disebutkan Bukik ada tiga.

Pertama, pada pemangkasan konten sehingga pelajaran tidak terlalu berat. Sehingga, guru pun dapat lebih fleksibel mencoba berbagai metode untuk mendukung muridnya menguasai suatu kompetensi.

Kedua, satuan pendidikan atau sekolah dan guru lebih fleksibel juga mengatur kegiatan belajar sesuai kondisi kesiapan dan kebutuhan peserta didiknya. Ketiga, kurikulum baru ini mempunyai kesinambungan lebih baik antarjenjang. Jadi, proses belajar siswa menjadi suatu proses belajar berkelanjutan.

Kendati begitu, perlu dipahami bahwa tidak ada yang ideal dalam dunia pendidikan. Begitu juga dengan kurikulum prototipe ini.

“Dalam ekosistem pendidikan yang berlaku bukan kesempurnaan, tapi upaya perbaikan dan pengembangan yang terus menerus. Itulah esensi belajar,” ujar Bukik tegas.

Dirinya menanggapi, masyarakat tak perlu berharap bahwa kurikulum prototipe ini sudah ideal. Pasalnya, justru yang penting adalah memastikan adanya kesempatan memperbaiki kurikulum secara terus-menerus.

Kesempatan itu, menurut Bukik, dapat terwujud apabila pemerintah pusat dan daerah bersedia terus menggali dan mendengar umpan balik para pelaku lapangan, yakni guru, orang tua, dan satuan pendidikan. (AGP/KA)

source : https://www.detik.com/

Print Friendly, PDF & Email
   Send article as PDF